Senin, 25 November 2013

VVIP


Kapan terakhir kali ketemu orang penting?
Artis, politisi, ustadz ternama, atau pejabat pemerintahan bahkan presiden. Perasaan saat ketemu orang penting itu sulit diungkapkan dengan kata-kata. Padahal kalau dipikir-pikir ngga ada bedanya dengan kita melihat dia di layar kaca. Sama aja. Toh dia juga tetep ngga kenal kita kan?
Tapi bagaimana perasaan kalian kalau misalnya ketemu orang penting dan dia menyambut dengan hangat saat bertemu, mengundang kalian mengobrol, dsb.
Saya pernah ketemu orang penting semacam itu.
Minggu kemarin saya dan teman sekamar berencana untuk bersilaturahmi tempat teman di Vienna, Austria selama tiga hari. Kami menginap di salah satu asrama Turki yang didirikan oleh asosiasi yang bertujuan memudahkan pelajar Turki yang belajar di Vienna. Asrama ini terkenal di Turki sendiri, bahkan Erdogan pernah datang ke komunitas ini. Sekitar tiga tahun ke belakang diberlakukan larangan penggunaan khimar (kerudung) ataupun pakaian yang mencirikan agama tertentu. Akibatnya, banyak pelajar (khususnya akhwat) dari Turki yang sekolah ke Vienna demi tetap menggunakan khimar saat belajar. Ya, karena itu boleh dikatakan students yang menginap disini sholehah semua.
Kalau menurut plan yang kita susun, hari pertama dan hari ketiga kita akan berada di Vienna, dan hari kedua di Bratislava (Slovakia). Saat sedang berjalan menuju asrama, teman saya yang dari Turki tiba-tiba berhenti. Memandangi sebuah poster dengan latar belakang sosok seorang bapak-bapak kharismatik. Wow, dia bilang itu orang penting. Seorang jurnalis yang lumayan kritis dan vokal menyuarakan kebenaran. Sehingga sekarang dia diangkat menjadi penasehat presiden Erdogan. Teman saya bilang, dia mau ikut pertemuan dengan orang itu. Ya, saya sih ngga keberatan dan penasaran juga bagaimana pemikiran tokoh penting itu. Tapi saya harus menelan kekecewaan karena ternyata pertemuan diadakan dalam bahasa Turki. Ah, bilmiyorum (ngga ngerti).
Keesokan harinya kami tidak jadi pergi ke Slovakia, namun tetap di Vienna untuk mengunjungi beberapa universitas disana. Malam harinya orang penting itu datang. Pejagaan diperketat. Banyak bodyguard berpakaian ala Man in Black berkumpul di lantai bawah. Sebenernya saya boleh aja sih ikut seminar, tapi karena pasti bakal roaming akhirnya saya naik ke lantai atas untuk belajar bahasa Turki. Sedangkan teman sekamar saya ikut seminar pastinya. Hiks.
Sebelumnya saya memang sudah pernah belajar bahasa Turki, tapi karena belajarnya males-malesan akhirnya ngga bisa-bisa. Bukan apa-apa sih, dulu ngga ngerti kenapa penting belajar bahasa Turki. Sekarang baru kerasa pentingnya.
Sejam pun berlalu dan kami diberi waktu 10 menit untuk istirahat.
Oh ya, saya ketemu seorang teman juga dari Indonesia dan kami belajar bahasa Turki bareng. Saat istirahat kami turun ke lantai bawah. Tetep penasaran dong siapa orang yang datang dan gimana acaranya. Kami masuk ke dalam ruangan dan melihat sekeliling. Seminarnya boleh dikatakan mewah dan ada aura gelombang gamma yang muncul. Gelombang ini bisa hadir saat ada tokoh kharismatik yang berorasi ala Ahmadinejad atau saat konferensi yang membakar semangat.
Tapi tetap saja saya tidak mengerti, karena bahasa yang digunakan bahasa Turki.
Iseng-iseng saya mengambil brosur dan saat itu saya melihat seorang bodyguard perempuan. Langsung deh saya tanya-tanya ngga jelas. Mbak, dia itu siapa? Trus di dalem dia ngomong apa? Terjemahin dong ke bahasa Inggris.  :D
Suer, saya cuma ingin tau dia ngomong apa di dalem secara singkat dari mbak itu. Diluar dugaan dia menjawab; “Duh, bahasa Inggris saya kurang bagus, saya khawatir ada kesalahan dalam penjelasan. Sekarang saya coba pertemukan mbak sama tokoh itu ya. Sebentar”
Tanpa nanya dulu apakah saya mau ketemu tokoh itu atau engga, dia langsung berjalan cepat ke arah kumpulan bodyguard lain untuk meminta waktu tokoh itu. Saya bengong.
Temen Indonesia saya nyikut pelan.
“Fit, emang dia siapa?” bisiknya
“Orang penting teh…” jawab saya
“Iya, pentingnya gimana? Terus nanti kalau kita ketemu kita mau nanya apa?” bisiknya lagi
Glek. Keringat dingin bercucuran. “No idea, teh… Kita kabur aja yuk"
Saat itulah dia datang bersama rombongan bodyguard ke arah kita. Bak pengantin pria dengan para rombongan yang membawa seserahan. Aduh mak, saya pucat pasi.
Tokoh itu datang, menyalami saya dan teman. “Mohon tunggu sebentar ya, disini. Sepuluh menit saja. Saya ke dalam dulu ada perlu.” ujarnya
Selama sepuluh menit itu otak saya bekerja keras, berusaha merangkai pertanyaan yang kira-kira keren untuk ditanyakan. Wah, saya ngga ada ide siapa orang itu. Saya cuma tau dia orang penting.
Sepuluh menit kemudian saya diajak masuk ke sebuah ruangan privat, disana ada sebuah meja panjang oval. Dia duduk di paling ujung dan saya dipersilahkan duduk di dekatnya. Setelah tokoh itu dan saya duduk, kemudian rombongan Man in Black itu duduk. Seorang berjaga-jaga di pintu. Otak saya masih berpikir keras untuk tidak melakukan tindakkan memalukan Indonesia di mata dunia. Hehehe… Sekitar sepuluh pasang mata menatap saya. Menunggu saya bicara.
“Well, okay, saya Fitria, dari Indonesia. Saya sangat ingin mengetahui pandangan Turki tentang kondisi Islam di dunia. Seperti di Mesir, Suriah, Libya, Palestina, kami sangat prihatin dengan apa yang terjadi disana. Kemudian apa peran Turki untuk menyelesaikan persoalan tersebut.”
Tokoh itu tersenyum.
“Jangan khawatir, kita sedang berusaha untuk memperbaiki semuanya. Ekonomi di Turki sekarang sedang meningkat 300 persen. Kita akan bangkit kembali seperti Ottoman Empire (Khilafah Utsmaniyah). Insya Allah dalam waktu dekat Islamic Empire (Khilafah) akan kembali tegak dan Turki sebagai pemimpin perubahannya. Tapi ssttt… jangan bilang-bilang” dia mengedipkan matanya
Saya tertegun. “Prediksi Anda, kapan Islamic Empire akan kembali?”
“Itu tergantung usaha kita, entah dua puluh tahun atau tiga puluh tahun lagi. Namun yang jelas dia akan kembali”
Teman saya sepertinya tertarik, dia ikut bertanya tentang Palestina. Tapi saya khawatir salah menuliskan jawabannya, jadi lebih baik ngga usah ditulis. Hohoho…
Orang penting itu kemudian menyuruh bodyguard disampingnya untuk menuliskan alamat emailnya. Lalu memberikannya kepada saya.
“Kirimi saya email jika Anda masih punya pertanyaan, ok. Saya juga akan mengirim beberapa file buku jika Anda mau” dia tersenyum dan saya dipersilahkan untuk kembali ke habitat.
Wah, saya udah euphoria banget saat itu. Loncat-loncat ngga jelas, narik-narik baju teman saya, sambil tangan masih gemeteran saat kembali ke kelas bahasa Turki. Hehehe, yang penting selamat… *kalau diinget-inget kok kayaknya gue lebay banget ya :D
Saat menaiki tangga ke kelas teman saya bertanya;
“Hei kok kamu bisa sih kagum dan excited banget ketemu sama dia, kenal aja engga, ajaib banget”
“Ya, ngga tau teh, da temen sekamar saya bilang dia orang penting, pemikirannya bagus. Urusan kenal belakangan, yang penting saya tau dulu gimana pemikirannya. Kita ngga tau apakah ada kesempatan buat ketemu langsung kayak tadi kan” jawab saya ngeles
Di atas kita ketemu sama guru bahasa Turki (orang Turki) dan dengan semangat 45 saya ceritain semua pengalaman di lantai bawah tadi.
Dan ternyata dia biasa-biasa aja tuh.
“Kenapa musti excited? Itu udah biasa di Turki, dia kan manusia juga. Pemerintah memang ngga boleh punya border sama rakyatnya, bahaya dong.”
Beuud. Ternyata memang beda ya karakter penguasa di setiap negara. Hmm, seinget saya di Indonesia ngga bisa kayak tadi. Kalau presiden, wapres, dll lewat pasti ujung-ujungnya macet dan bahkan sempat ada kasus kecelakaan saat presiden lewat. Entahlah, tapi saya merasa ada border antara penguasa dan rakyat di negeri kami. Satu-satunya waktu dimana kita ngerasa deket banget adalah sebelum mereka menjadi penguasa. Ya, saat pemilu. Setelah terpilih dan menang, langsung deh amnesia. :P
“Oh ya Fit, kamu tau ngga siapa orang penting tadi?” tanya rekan saya
“Engga”
Gubrag!
“Let’s called VVIPFF (Very Very Important Person For Fitri)”
Dan semua tertawa. []

 
Ini dia VVIP itu hehehe... Namanya Yigit Bulut

Selasa, 19 November 2013

Rindu

Bagaimana aku mengungkapkannya
Bisakah aku menjelaskan padamu
Karena kata tak pernah cukup

Nada yang menguat
Waktu yang meloncat-loncat
Ah, semuanya terlalu sederhana

Saat mentari terbenam
Bayangmu memantul dibalik jendela

Saat hujan turun
Rindu merasuk bersama dengan udara dingin
Mengigil 

Saat daun berguguran
Hatiku tetap gerimis merindukanmu

Mungkin kau benar
Yang kurasa sebenarnya sederhana
Rindu
ya mungkin begitu

Aku merindukanmu
Meski aku tak pernah yakin
Apakah kata itu cukup bekerja 
tapi sudahlah
mungkin memang benar
itu adalah rindu

yang menyengat...