Sabtu, 08 Januari 2011

Kereta Rakyat Djelata Session 2

Tahukah kamu?? Selama empat tahun ini kereta api menjadi sesuatu yang sangat dekat dengan kehidupanku. Banyak duka, duka, duka, dan suka selama saya menggunakan fasilitas kereta api (leubaaayyy...). Setidaknya, ada empat episode yang sangat melekat erat dalam kenangan saya bersama si hitam yang selalu dinanti ini.
1. 3 September 2007. Hari itu pertama kali kuliah dan hari itu hari pertama KARCIS PATAS NAIK. (Sengaja diperbesar supaya jadi titik tekan). Saya juga nggak ngerti dan setengah bingung, mengapa karcis patas naik bertepatan harinya dengan hari pertama saya kuliah dan hari pertama saya menggunakan kereta api untuk pergi ke kampus baru. Awalnya teh berapa ya? Saya lupa harga awalnya, pokoknya naik jadi 5000 weh!
Penumpang banyak yang menggerutu dan kesal, karena artinya mereka harus merogoh kocek dalam-dalam. Maklum, kenaikan karcis pasti akan diakumulasi sebulan, dan artinya mereka harus memikirkan cara untuk bisa tetap hidup normal sebulan penuh. (Serius! Ini nggak lebay....). Yang jelas bukan dengan mengganti transportasi karena naik angkot ongkosnya bisa tiga kali lipat.
Ditengah-tengah penumpang yang wajahnya cemberut dan kedinginan (karena saat itu saya naik patas dengan jadwal keberangkatan 5.30), tiba-tiba... Jreng Jreng Jreng!!! Bapak-bapak nggak jelas datang bawa ember yang isinya kertas yang digulung-gulung kayak arisan. Waktu itu patas berubah warna, dari biru jadi oranye... Bapak-bapak itu pake kaos warna oranye yang tulisannya gedeee banget "I LOVE PATAS" Hahahahaha... Saya nggak kuat nahan ketawa, mereka bener-bener tahan malu!
Setiap penumpang boleh mengambil satu gulungan, dan ada hadiahnya loh! Dari mulai kaos I LOVE PATAS yang sama persis dengan yang dipake bapak-bapak tadi (saya ragu ada yang mau pake), topi, kipas angin, sampai TV 14 inc. (Sayangnya nggak ada hadiah kereta gratis segerbong) :P. Saya pun mencoba peruntungan, dan jreng jreng... Seperti biasa "Anda belum beruntung", yang sebelah saya dapat kaos patas, dan depan saya dapet topi. (Nggak adiiilll.... Minimal embernya buat saya lah saya kan ngiri). Yah, lumayan ngefek lah ke penumpang. Mereka jadi senyum-senyum kecut n ada yang riang gembira karena dapat kipas angin. Selanjutnya tidak ada omelan lagi karena karcis patas naik (hahaha, coba kita akumulasi kenaikan karcis selama sebulan dengan harga kaos dan kipas angin. Mana yang lebih mahal?) Kalau saya lebih milih nggak dapet kaos asal karcisnya jangan naik. (Dan yang paling menyakitkan, udah mah karcis naik saya nggak dapet apa-apa. Hiks hiks T.T)

Karena saya kesel cuma dapet gulungan kertas nggak penting bertuliskan "Anda belum beruntung...", akhirnya saya berusaha menganalisis sesuatu dari kisah ini.
Saya melihat mengapa masyarakat mudah sekali dialihkan perhatiannya dari permasalahan, dan akhirnya bikin mereka nggak kritis. Liat aja, saat pemilu. Udah tau calonnya nggak becus mimpin tapi masih aja tergoda dengan embel-embel amplop, beras, sembako, kaos gambar calon yang nggak kobe, atau stiker nggak penting buat nutupin bilik yang bolong. Padahal kalau mereka tau apa yang bisa didapatkan oleh orang-orang yang harus kekuasaan dari pajak yang dibebankan kepada rakyatnya. HUH!!! Kasus kedua BLT (yang sering diplesetkan menjadi Bantuan Langsung Tewas). Sok, milih mana, barang-barang naik tapi dapet BLT, atau harga murah tapi nggak dapet BLT? (Harusnya milih harga murah dan dapet BLT hehehe...). Kita tuh jadi gampang dipermainkan. Kayak anak kecil yang ditinggal orang tuanya pergi bekerja, tinggal dikasih boneka aja dia diem.
Saya jadi berfikir, memang semiskin apa sih negara kita? Sampai-sampai segala beban negara harus dibebankan kepada rakyat. Haloo, siapa yang nggak tau kalau 75% APBN berasal dari pajak? Potensi sumber daya alam kita kan luar biasa. Kenapa malah dikasih ke asing hah?! Keseeellll.... Sok da kalau mau jujur mah, kita teh bisa mengembangkan potensi SDA yang sudah dianugerahkan Allah buat Indonesia. Itu tah sistem Kapitalisme yang bikin semua SDA kita di privatisasi, dikuasai oleh segelintir orang, padahal itu punya umat.

Saya nggak butuh kapitalisme!! Kapitalisme bikin hidup makin susah! Bikin karcis naik! Bikin orang miskin tambah miskin orang kaya tambah kaya! Bikin pendidikan mahal! Bikin kereta api dibagi dua; KRD dan Patas, padahal harusnya eksekutif semua!
Karena itu solusinya kembali kepada sistem Islam. Allah berfirman;
"Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya
(QS al-Hasyr [59]: 7)
Rasulullah bersabda;
Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal air, padang rumput dan api
(HR Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah)
Air, padang rumput (lahan), dan api (energi) adalah sesuatu yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum. Apabila barang tersebut tidak ada di tengah masyarakat akan menyebabkan kesulitan dan dapat menimbulkan persengketaan. Jadi nggak boleh dikuasai segelintir orang.

Jadi, nggak berhak tuh  SDA kita dikuasai oleh segelintir orang, itu udah jelas-jelas milik umum.
(Naha jadi kamana-mana nya... Ya begitulah kira-kira).
Tunggu tiga episode lainnya yang nggak kalah seru!
To be continued...

Kereta Rakyat Djelata (KRD)

Jika kau ingin melihat seperti apa keadaan Indonesia yang sebenarnya, naiklah kereta KRD. Sebetulnya, KRD singkatan dari Kereta Rel Diesel. Namun teman-temanku banyak yang menerjemahkannya sebagai ‘Kereta Ribut Diuk’ atau ‘Kereta Rakyat Djelata’. Jangan dibayangkan kereta ini seperti Shinkansen yang super cepat di Jepang. Walapun hitam legam, kereta ini banyak yang menunggu setiap harinya. Berebut masuk bukan hal yang aneh. Kalau terjatuh, ya bangun sendiri. Tak boleh ada yang mengeluh jika ternyata di dalam kereta sangat panas. Penumpangnya selalu membludak, bahkan sampai ada yang naik diatap. Maklum, karcisnya murah, hanya Rp.1000. Dibandingkan dengan KRD Patas yang harga karcisnya 5 kali lipat, kereta ini bisa dibilang sangat merakyat. Sebetulnya hati ini sedih nian, karena di negara ini fasilitas berbanding lurus dengan uang yang kita punya. Kapan ya kita bisa menikmati fasilitas kesehatan, pendidikan, transportasi, tanpa dibedakan dari uang yang kita punya (curhat mahasiswi kere^^).
Semua kalangan masyarakat berkumpul di kereta ini. Pedagang, mahasiswa, pelajar, ibu rumah tangga, karyawan, sampai pengamen dan pencopet pun ada di sini. Bahkan kadang-kadang kita harus rela satu gerbong dengan kambing atau ayam. Seperti sekarang, aku ada di dalam kereta ini . Berhimpitan dengan ibu-ibu yang baru  pulang dari pabrik. Berkali-kali aku mengelap buliran keringat sebesar biji jagung. Udara disini luar biasa panas. Satu-satunya kesejukan berasal dari jendela kereta yang terbuka. Lumayan.
Aku sudah sangat kesempitan, namun banyak pedagang yang sibuk bolak-balik menjajakan dagangannya. Oke, aku tak bisa menyalahkan mereka. Walapun sebenarnya hatiku sangat kesal.
Hatiku mencelos, saat kulihat seorang anak kecil membawa radio tape yang ukurannya lumayan besar. Bajunya kotor, seperti belum pernah dicuci. Banyak penumpang yang kasar terhadapnya. Berkali-kali kulihat ia tersandung, dan hampir menangis. Ia menyalakan radionya, dan mulai menyanyi. Dibelakangnya, seorang ibu berpegangan padanya. Sambil menyodorkan bungkus permen kosong kepada setiap penumpang. Gadis seusia anak itu seharusnya berada di kelas dan mulai belajar bersama teman-temannya. Bukan mengamen di kereta ini. Aku punya adik yang seusia dengan anak itu. Tak bisa kubayangkan seandainya adikku bernasib sama dengannya. Kenapa ibunya membiarkan dia mengamen? Bukankah seorang ibu seharusnya menjaga anak-anaknya? Tiba-tiba aku merasakan luapan sayang dan terima kasih pada ibu yang membesarkanku. Sesaat aku menyadari betapa beruntungnya aku.
Ibu-ibu didekatku sepertinya sudah sangat kelelahan. Kaus lengan panjang yang dipakainya sudah basah oleh keringat. Sejenak aku bisa mendengar pembicaraan mereka. Tentang pekerjaan mereka yang melelahkan, dengan gaji yang tak memadai. Tentang keinginan mereka untuk berhenti dan tinggal di rumah menjaga anak-anak.
”Nggak bisa dong bu, kalau kita berhenti kerja bagaimana anak-anak kita bisa sekolah. Sekarang kan apa-apa mahal, gaji suami aja nggak cukup“
”Tapi kalau kerja terus, saya khawatir anak saya salah gaul”
Aku menghela nafas. Zaman sekarang menjadi seorang ibu tidak gampang. Banyak sekali dilema yang menerpa. Seandainya harga bahan pokok bisa turun. Seandainya pendidikan bisa murah. Seandainya pergaulan anak muda bisa dikontrol. Mungkin para ibu tak akan terlalu susah menjalankan kewajibannya. Ia akan lebih fokus dalam mendidik anak-anaknya. Sehingga akan lebih banyak lagi generasi muda yang berkualitas.
Dalam suasana yang pengap, tiba-tiba terdengar suara getir seorang ibu.
“Aduh, dompet saya hilang” wajah ibu itu terlihat pucat. Berkali-kali ia memeriksa tas kecilnya yang ternyata sudah dilubangi. Wajahnya semakin pucat seperti mau menangis.
“Tadi waktu naik kereta, dompetnya masih ada. Sekarang sudah hilang. Padahal uang saya tinggal segitu-gitunya” sekarang ibu itu benar-benar menangis.
Aku geram sekali pada sang pencopet. Kenapa ia memilih ibu yang sudah jelas terlihat kesusahan begini.
”Tenang bu..“ banyak penumpang yang mencoba menenangkan ibu itu. Namun, sepertinya ia semakin histeris.
”Berapa uang yang hilang, Bu?“ tanya seorang penumpang
”Dua.. ratus ribu. Itu… untuk membayar uang sekolah anak saya“ ujarnya sambil sesengukan.
Terlalu banyak orang yang berkumpul sehingga aku tak bisa lagi menyimak apa yang terjadi kemudian. Namun aku tahu, dalam kereta yang penuh sesak ini mustahil pencopetnya bisa ditangkap. Ternyata banyak juga orang yang memanfaatkan situasi yang tidak terkendali. Padahal, kalau sang copet mau berfikir, di kereta ini jarang ditemukan orang yang kaya. Kenapa ia tega mengambil uang dari orang yang kesusahan. Semoga sang pencopet cepat tertangkap dan sadar, kemudian bertaubat, dan jadi pejuang Islam doaku dalam hati.
Indonesia semiskin apa sih? Bukankah kita ini kaya? Kemana sumber daya alam melimpah yang dianugerahkan Allah kepada Indonesia? Betul-betul geram rasanya pada sistem Kapitalisme penyebab semua ini terjadi.
Tak terasa kereta sudah sampai membawaku ke tempat tujuan. Banyak penumpang yang turun di stasiun ini, sehingga pintu keluar semakin sesak. Beberapa kali kakiku terinjak.
Hup! Dengan sekali lompat akhirnya aku bisa keluar juga. Udara segar terasa lembut menerpa wajahku. Senangnya, sudah sampai dengan selamat. Aku membetulkan letak khimarku yang miring. Tali sepatuku sepertinya copot. Kaus kakiku yang putih kini sudah berubah warna menjadi coklat. Biarlah, biar semuanya menjadi saksi. Bahwa dalam kereta hitam ini aku banyak belajar. Tentang kerasnya kehidupan, tentang pentingnya pendidikan, tentang kasih sayang seorang ibu. Sehingga aku betul-betul menyadari pentingnya revolusi sistem kehidupan dan tetap memperjuangkannya.
Kereta hitam penuh debu itu terlihat bergerak tak lama kemudian. Aku masih terdiam menatap keberangkatan kereta tua itu. Kereta yang tak bisa mengeluh walau kondisinya tak pernah diperhatikan. Banyak yang jahil mencorat-coret gerbongnya, merusak atapnya atau mengotori lantainya. Walau begitu, ia tetap saja setia mengantar penumpangnya ke tempat tujuan. Seandainya kereta berperasaan, mungkin ia akan menangis diperlakukan tidak adil begitu.
Selamat jalan kereta hitamku… Banyak hal yang kupelajari darimu, dan dari penumpangmu. Semoga di kemudian hari segalanya akan berubah. Ketika orang-orang memiliki kehidupan yang lebih baik sehingga tidak ada yang berniat merusak fasilitas umum. []
(Rancaekek, dipenghujung bulan Mei 2009)

Jumat, 07 Januari 2011

THE THREE BIG QUESTIONS


Kesempurnaan manusia ada pada kesempurnaannya untuk memilih, termasuk memilih bagaimana ia akan menjalani hidupnya. [Jamil Az-Zaini]
Sobat, trims banget atas kesediaannya untuk membaca rangkaian pemikiran ini. Sebelum kita masuk ke bagian yang agak ‘berat’ dan serius, ada satu hal penting yang ingin saya sampaikan. Tentang kita sebagai manusia yang memiliki keistimewaan untuk memilih.
Ngomong-ngomong soal pilihan, sebetulnya di dunia ini ada dua hal yang harus benar-benar ditanamkan dalam benak. Pertama, ada pilihan yang memang udah paten dari sono-nya.  Artinya disini memang benar-benar kuasa Allah untuk menentukan, dan kita sama sekali nggak punya  andil untuk memilih. Itu dinamakan kawasan/ daerah yang menguasai manusia. Misalnya, kita dilahirkan sebagai laki-laki. Meskipun kita ngotot pengen berubah jadi perempuan, tetap saja pada fitrahnya kita adalah laki-laki. Kalau dipaksain malah nantinya jadi nggak karuan, dan jelas berdosa. Contoh lainnya adalah penampakan fisik, seperti bentuk wajah, warna mata, warna kulit, dan sebagainya, yang memang sudah sunatullah. Pokoknya di daerah ini kita nggak perlu ‘ngacak-ngacak’, tinggal terima dengan ikhlas dan berupaya untuk memaksimalkan apa-apa yang sudah dikaruniakan Allah kepada kita untuk beribadah kepada-Nya. Kedua, adalah daerah yang masih dalam kuasa kita. Dengan kata lain, kita diperkenankan memilih dan inilah yang membedakan kita dengan makhluk lainnya.
Life is Choice, itulah kalimat inspiratif dari Ust. Felix Siauw yang membuat saya termenung lama sekali. Well, bagaimanapun kita ngeyel dan menolak kalimat ini, pada faktanya memang hidup itu adalah rangkaian dari pilihan. Pernah nggak baca buku Goosebumps yang edisi petualangan? Itu bacaan favorit saya waktu masih SD. Disana bener-bener kita yang nentuin akhir dari petualangan menyelamatkan diri dari hantu. Misalnya nih, ada vampir yang ngejar kita dari belakang, terus di depan kita ada dua pintu di sisi yang berbeda. Kalau kamu pilih pintu kiri kamu harus buka halaman 19, tapi kalau kamu pilih pintu kanan kamu harus buka halaman 24. Pastinya dari kedua pilihan tadi, ending-nya bakal beda. Kita nggak tahu, mungkin aja di pintu kiri ternyata ada kuntilanak nunggu, dan di pintu kanan ada lorong buat kabur. Nggak ada yang pasti, tapi yang jelas pilihan kita akan menentukan seperti apa kita akan berakhir.
Meskipun nggak terlalu mirip, tapi begitulah hidup yang kita jalani. Banyak pilihan yang menunggu. Kita nggak pernah tahu pasti apa yang akan terjadi jika kita memilih sesuatu, tapi akan ada banyak gambaran. Kita akan punya gambaran akan jadi apa nantinya bila kita memilih X. Bahkan dari keadaan kita sekarang pun akan tergambar pilihan apa saja yang sudah dipilih pada masa lampau. Wah, ribet banget ya!
Gini deh, coba kamu lihat preman-preman yang sering gangguin orang. Bisa ditebak nggak apa yang dia pilih waktu dia sekolah dulu? Apa waktu jaman SMA dulu dia ikutan rohis atau rajin ngaji? Bisa jadi, tapi kemungkinannya minim. Paling nggak dulunya dia rajin bolos, kalau berangkat sering kesiangan, sering manjat benteng sekolah untuk kabur, dan jadi “pasien” utama ruang BP. Sekarang, coba perhatikan baik-baik orang yang saat ini dikenal sebagai orang yang sukses dunia akhirat. Dakwahnya jago, studinya oke, kesalihannya tidak diragukan lagi. Kira-kira bisa nggak kamu nebak pilihan apa yang dia pilih waktu muda dulu. Apakah dia memilih clubbing setiap malam? Atau main gapleh di pos ronda bareng satpam setiap hari? Atau ikut konvoi ngedukung tim sepak bola daerah sampai tawuran dengan warga? Kemungkinan paling besar, sejak mudanya dia sudah tahu untuk apa dia diciptakan di muka bumi. Sehingga aktivitasnya tidak jauh dari mengkaji Islam, mencari ilmu dan mengamalkannya. Jadilah dia sukses dunia akhirat.
So, kesimpulannya simpel banget. Hidup adalah pilihan. Kehidupan apa yang akan kita jalani nanti tergantung dari pilihan kita sekarang. Sebaliknya, kehidupan yang sekarang kita jalani adalah pilihan kita di masa lampau. Sepakat? Kalau ya, pertanyaannya kemudian kita harus milih yang mana? Nah, disini yang betul-betul perlu menjadi pikiran kita. Demikian dahsyatnya pengaruh dari pilihan, maka kita dituntut untuk betul-betul berhati-hati dan memikirkan dengan serius sebelum memilih sesuatu. Kita benar-benar harus mengetahui tujuan utama kita hidup di dunia, sehingga nantinya pilihan kita akan mengarah kepada tujuan. Tidak bergeser dan tidak menyebar, seluruhnya fokus pada satu titik. Seperti saat kita melakukan percobaan membakar kertas dengan lensa cembung yang bersifat mengumpul (konvergen), seluruh energi yang didapatkan dari matahari diarahkan pada titik fokusnya.
Sobat, sadarkah bahwa Allah sangat menyayangi kita sehingga Dia sudah memberikan petunjuk jalan mana yang harus kita pilih. Agar akhir dari kehidupan kita mulia dan kita tidak akan menyesal nantinya. Allah sendiri telah memperkenalkan diriNya kepada kita melalui Al-Qur’an, wahyu yang diturunkan kepada manusia sebagai petunjuk yang benar bagi kehidupan. Semua sifat-sifat Allah yang mulia disampaikan kepada kita di dalam Al-Qur’an. Dia Maha Bijaksana, Maha Mengetahui, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Adil, Maha Meliputi seluruh alam, Maha Melihat dan Maha Mendengar atas segala sesuatu. Dia lah Pemilik dan Tuhan satu-satunya atas langit dan bumi dan segala sesuatu diantaranya. Dia lah penguasa seluruh kerajaan langit dan bumi.
“Dialah Allah – tiada tuhan selain Dia. Dia mengetahui yang gaib dan yang nyata. Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dia lah Allah – tiada tuhan selain Dia. . . . MilikNya segala nama-nama yang baik. Segala yang di langit dan di bumi bertasbih kepadaNya. Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (TQS. Al-Hasr: 22-24)
Memahami Hakikat Manusia di Muka Bumi
Wuih… Jangan dulu ilfeel sama judulnya. Bagian ini akan jadi guide yang oke banget dalam proses menentukan pilihan. Bayangkan, kita adalah seorang nahkoda kapal yang mengarungi samudera luas. Yang pertama kali menjadi prioritasmu pasti adalah tujuan. Jika kita berlayar tanpa tujuan, maka sekeras apapun usaha kita, nantinya akan menjadi sia-sia. Kita akan terjebak dengan segala rutinitas yang membosankan tanpa tahu akan jadi apa kita nantinya. Pada akhirnya mengetahui tujuan kita diciptakan di muka bumi ini menjadi sesuatu yang penting sekali.
Tantangan pikiran:
Sobat, ada tiga pertanyaan besar yang menunggu jawabanmu. Setiap orang bisa jadi jawabannya sama, bisa jadi jawabannya berbeda. Namun, setiap jawaban nantinya akan memberikan gambaran yang sangat mendalam tentang hakikat diciptakannya manusia. Serta akan memberi efek yang luar biasa positif, atau luar biasa negatif, atau tidak ada efeknya sama sekali, tergantung dari jenis jawaban. Untuk itu dibutuhkan kesadaran dan penghayatan yang tinggi terhadap jawaban apapun yang diberikan.
PERTANYAAN PERTAMA: DARIMANA MANUSIA, ALAM SEMESTA DAN SEGALA ISINYA BERASAL? (Min aina ataytu?)
Kalau ditanya gitu ada beberapa kemungkinan jawaban yang muncul. Oke deh, kita cek, apakah ada salah satu jawaban yang sama dengan jawabanmu;
a.       <ilmuwan, pake jas lab, megang tabung reaksi>: Alam semesta itu terjadi karena ledakan sebuah komponen alam semesta yang massif, kemudian bagian dari ledakan-ledakan tersebut akan mengitari pusat ledakan tadi. Bagian-bagian kecil yang terlempar tadi akan… bla bla bla (berbusa-busa menerangkan teori Big Bang). (Jadi manusia itu serpihan ledakan dari planet mas??)
b.      <remaja tanggung, merokok, bajunya sering dipakai tapi jarang dicuci>: dari ‘mak gue lah, udah jelas kan! Gitu aja kok repot…
c.       <siswa SMA baru kenalan sama Charles Darwin>: Manusia itu katanya dari kera. Tapi saya juga bingung, kenapa kera yang di kebun binatang nggak berubah jadi manusia ya… (garuk-garuk kepala) Terus alam semesta ini katanya ada akibat evolusi dari makhluk purbakala. Gajah katanya dari ikan berkaki yang pindah ke daratan… (Katanya… Katanya… Kata siapa to mbak?)
d.      <Muslim dan Muslimah>: Dari Allah Subhana’u Wata’ala, sudah jelas itu yang diinformasikan Allah dalam Al-Quran.
Jawaban kamu yang mana?? Kalau kamu pilih no.1, jawaban kamu memang mendalam, tapi sayang sekali, belum cemerlang. Jawaban no.2 itu dangkal, dan tidak melalui proses berfikir, dijamin nggak akan ada efeknya dalam tingkah laku sehari-hari. Jawaban no.3 itu ngaco! Jawaban no.4 yang seharusnya dipilih oleh seorang muslim, itulah jawaban yang mendalam dan cemerlang. Tapi sayangnya, tidak semua muslim menghayati betul jawaban pertanyaan pertama ini. Karena itu, ayo kita buktikan bahwa memang alam semesta ini ada yang menciptakan.
Coba deh kamu bercermin, lihat pantulan dirimu disana. Pikirkan apakah badanmu lebih tinggi dari tahun lalu? Bisa jadi iya. Apakah kamu akan terus menerus menjadi lebih tinggi? Jawabannya tentu tidak. Sekarang, lihat gigimu. Mungkin beberapa tahun ke belakang saat usiamu masih di bawah lima tahun, gigimu pernah patah. Apa yang terjadi sekarang? Gigimu memang sudah tumbuh lagi. Tapi, apakah dia terus tumbuh tanpa terkendali? Tentu saja tidak. (Bayangin aja kalau gigi tumbuh sampai dagu). Kesimpulannya, manusia itu terbatas. Betuuul…??
Sekarang kita lihat ‘kehidupan’ secara umum. Kita akan melihat bahwa manusia, hewan, atau tumbuhan, mereka bermula dari sebuah proses yang berbeda, namun mereka semua tumbuh, menjadi tua, dan pada akhirnya mati. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 ini, kita menemukan manusia tertua yang berusia lebih dari 130 tahun. Namun, apakah dia bisa hidup selamanya? Tentu saja tidak. Artinya, kehidupan juga bersifat terbatas. Kehidupan juga hanya berawal dan berakhir pada satu individu saja. Maksud saya, kita kan nggak akan bisa meng-estafetkan hidup kita pada orang lain saat kita akan mati. Kesimpulannya, kehidupan juga terbatas.
Kemudian, kita lihat alam semesta, yang terdiri dari milyaran galaksi. Jika kita mendalami ilmu astronomi, maka kita akan mengetahui bahwa alam semesta sedemikian luas, yang terdiri dari benda-benda angkasa yang amat mengagumkan. Planet-planet, bintang, bulan, dan benda-benda langit lainnya. Meskipun periodenya lebih lama dari periode hidup manusia, namun faktanya mereka tetap mati juga kan. Artinya, alam semesta yang sedemikian luas ini juga terbatas.
Karena alam semesta adalah kumpulan dari benda-benda angkasa, dan seluruh benda angkasa itu terbatas, maka alam semesta bersifat terbatas. Secara logika, sesuatu yang bersifat terbatas tidak akan mampu tercipta dengan sendirinya. Karena itu, ia pasti bergantung pada yang lain. Well, bagaimanapun tidak ada sesuatu di alam semesta ini yang tidak bergantung pada yang lain. Manusia membutuhkan oksigen, makanan dan air untuk hidup. Matahari bergantung pada persediaan hydrogen yang terus menerus digunakan dalam reaksi termonuklir untuk menghasilkan helium dan elemen lain. Tanpa suplai hydrogen, matahari akan ‘mati’. Kesimpulannya, segala sesuatu pada alam semesta ini tidaklah bersifat kekal dan berdiri sendiri, tetapi terbatas dan membutuhkan yang lain.
Menarik memang. Pada akhirnya kita akan menemukan tiga kemungkinan paling besar terkait dengan asal muasal alam semesta.
1.      Alam semesta menciptakan dirinya sendiri, artinya keberadaannya bergantung pada dirinya sendiri.
2.      Alam semesta bersifat terbatas, keberadaannya bergantung pada sesuatu yang lain, sesuatu yang lain bergantung pada sesuatu yang lain, dan seterusnya.
3.      Alam semesta bersifat terbatas, eksistensinya bergantung pada sesuatu yang bersifat kekal, tidak terbatas, dan ada dengan sendirinya.
Hayo, jawabannya yang mana nih…?
Eitts… Sabar bos! Untuk menjawabnya, kita baca dulu teka-teki dibawah ini yang akan menuntun kita memecahkan masalah.
“Seorang ayah dan anak laki-lakinya pergi memancing dengan menggunakan mobil. Saat itu tiba-tiba ada paku di jalan, ban mobil mereka bocor seketika. Sang ayah tak kuasa mengendalikan mobil yang sudah berjalan dengan serampangan. Dari arah depan, muncul sebuah truk besar dan langsung menghantam mobil mereka tanpa ampun. Sang ayah tewas seketika, sedangkan anaknya sekarat dan segera dilarikan ke rumah sakit. (Tenang-tenang… ini cerita fiktif, nggak usah serius begitu J).
Saat dokter hendak memeriksa keadaan sang anak, dia menjerit sangat keras, “Tidaaakkk…. Ini anakku!!!”. Pertanyaannya, siapakah dokter itu?
Mungkin kamu akan berpikir bahwa itu mustahil, karena sang ayah sudah meninggal dunia. Mungkin kakeknya, atau pamannya, atau malah paling ngaco ibunya menikah dengan dua laki-laki. Jika kamu terus menduga-duga, kamu akan mulai mengarang cerita; dokter itu adalah jelmaan dari ayahnya yang sudah meninggal (hehehe). Well, sebetulnya jika kita menghentikan segala praduga, dan berpikir dengan jernih, kita akan segera menemukan jawaban; Ibunya!
Sherlock Holmes pernah berkata; “Bukankah sudah sering kukatakan bahwa ketika engkau telah menghilangkan segala hal yang mustahil, maka apapun yang tersisa, betapapun sulit dipercaya, adalah kebenaran?”
So, sekarang kita sportif ya. Kemungkinan paling besar jika ayahnya sudah meninggal, maka yang mengaku orang tuanya adalah ibunya. Betapapun kamu ngeyel, itulah kebenarannya.
Begitupun dalam menganalisis darimana alam semesta ini berasal, kita harus bisa menyingkirkan segala kemungkinan yang paling mustahil. Kemungkinan pertama, jelas mustahil, karena kita tidak pernah menemukan segala sesuatu di alam semesta ini terjadi dengan sendirinya. Kalaupun ada, pasti kita udah lari terbirit-birit. Kemungkinan kedua, adalah kemungkinan yang nggak akan ketemu-ketemu jawabannya. Setelah kita menyisihkan dua kemungkinan sebelumnnya, maka kemungkinan terakhirlah yang menjadi kemungkinan yang benar. Bahwa sesungguhnya alam semesta diciptakan oleh Sang Maha Pencipta.
Allah memperkenalkan diri-Nya lewat Al-Qur’an
"(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali 'Imraan, 3:191)
Allah sudah ngasih ‘bocoran’ dalam Al-Qur’an, bahwa orang yang beriman adalah orang yang menggunakan akalnya untuk berfikir tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan. So, nantinya mereka akan mengenali dan mendalami ayat-ayat Allah lewat alam semesta yang diciptakan oleh-Nya. Tentunya ini akan sangat berbeda dengan orang yang udah kepalang hidup tapi nggak pernah berfikir tentang keberadaannya di dunia. Mereka akan acuh, dan bersikap bodo amat dengan pertanyaan mendalam seperti tadi.
Orang beriman yang menggunakan akalnya untuk mendalami ciptaan-Nya, akan merasa bahwa dirinya adalah seorang hamba yang diciptakan Allah dengan kasih sayang-Nya. Dia juga akan merasa bahwa tidak ada kekuasaan baginya untuk bersikap sombong dan angkuh dengan mengabaikan Penciptanya. So, pada akhirnya akan muncul sikap kepasrahan, ketertundukkan, dan penghambaan kepada Allah swt.
Kalau kamu jeli, banyak sekali ayat Al-Qur’an yang mengandung pernyataan, "Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?", "terdapat tanda-tanda (ayat) bagi orang-orang yang berakal,". Pernyataan tadi memberikan penegasan tentang pentingnya memikirkan secara mendalam tentang tanda-tanda kekuasaan Allah. Allah telah menciptakan beragam ciptaan yang tak terhitung jumlahnya untuk direnungkan. Segala sesuatu yang kita saksikan dan rasakan di langit, di bumi dan segala sesuatu di antara keduanya adalah perwujudan dari kesempurnaan penciptaan oleh Allah, dan oleh karenanya menjadi bahan yang patut untuk direnungkan. Satu ayat berikut memberikan contoh akan nikmat Allah ini:
"Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan." (QS. An-Nahl, 16:11)
Sobat, ayo kita lihat salah satu tumbuhan yang disebutkan dalam ayat tadi, misalnya kurma. Sebagaimana diketahui, pohon kurma tumbuh dari sebutir biji di dalam tanah. Berawal dari biji mungil ini, yang berukuran kurang dari satu sentimeter kubik, muncul sebuah pohon besar berukuran panjang 4-5 meter dengan berat ratusan kilogram. Satu-satunya sumber bahan baku yang dapat digunakan oleh biji ini ketika tumbuh dan berkembang membentuk wujud pohon besar ini adalah tanah tempat biji tersebut berada. (Kalau kita nggak bisa tumbuh besar dengan ditanam di tanah. Hehehe..)
Coba kamu pikirkan, bagaimanakah sebutir biji mengetahui cara membentuk sebatang pohon? Bagaimana ia dapat berpikir untuk menguraikan dan memanfaatkan zat-zat di dalam tanah yang diperlukan untuk pembentukan kayu? Bagaimana ia dapat memperkirakan bentuk dan struktur yang diperlukan dalam membentuk pohon? Pertanyaan yang terakhir ini sangatlah penting, sebab pohon yang pada akhirnya muncul dari biji tersebut bukanlah sekedar kayu gelondongan. Ia adalah makhluk hidup yang kompleks yang memiliki akar untuk menyerap zat-zat dari dalam tanah. Akar ini memiliki pembuluh yang mengangkut zat-zat ini dan yang memiliki cabang-cabang yang tersusun rapi sempurna. Seorang manusia akan mengalami kesulitan hanya untuk sekedar menggambar sebatang pohon. Sebaliknya sebutir biji yang tampak sederhana ini mampu membuat wujud yang sungguh sangat kompleks hanya dengan menggunakan zat-zat yang ada di dalam tanah.[1] Subhanallah…
Pengkajian ini menyimpulkan bahwa sebutir biji ternyata sangatlah cerdas dan pintar, bahkan lebih jenius daripada kita. Atau untuk lebih tepatnya, terdapat kecerdasan mengagumkan dalam apa yang dilakukan oleh biji. Namun, apakah sumber kecerdasan tersebut? Mungkinkah sebutir biji memiliki kecerdasan dan daya ingat yang luar biasa?
Tak diragukan lagi, pertanyaan ini punya satu jawaban: biji tersebut telah diciptakan oleh Dzat yang memiliki kemampuan membuat sebatang pohon. Dengan kata lain biji tersebut telah diprogram sejak awal keberadaannya. Semua biji-bijian di muka bumi ini ada dalam pengetahuan Allah dan tumbuh berkembang karena Ilmu-Nya yang tak terbatas. Dalam sebuah ayat disebutkan:
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkah tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz")”. (QS. Al-An'aam, 6:59).
Dialah Allah yang menciptakan biji-bijian dan menumbuhkannya sebagai tumbuh-tumbuhan baru. Dalam ayat lain Allah menyatakan:
“Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling?” (QS. Al-An'aam, 6:95)
Jadi, nggak ada lagi alasan untuk ragu tentang keberadaan sang Pencipta di dunia. Bahkan manusia alias kita, termasuk salah satu ciptaan-Nya yang luar biasa. Manusia nggak berhak sombong dan berjalan di muka bumi dengan angkuh, nggak peduli dengan aturan yang Allah turunkan kepada manusia. Atau malah sok jago dengan membuat aturan hidup sendiri. Karena Allah yang menguasai diri kita, yang menjadikan kita hidup di bumi ini.
Tunggu… Tunggu… Kalau misalnya kita diciptakan sama Allah, terus Allah berasal dari mana?
Sama halnya dengan pertanyaan darimana alam semesta berasal, kali ini kita akan melihat kemungkinan-kemungkinan tentang asal mula Sang Pencipta.
1.      Pencipta diciptakan oleh sesuatu yang lain.
2.      Pencipta menciptakan dirinya sendiri.
3.      Pencipta tidak berawal dan berakhir (bersifat azali).
Kita sepakati dulu, bahwa sesuatu yang diciptakan berarti makhluk, dan yang menciptakan berarti pencipta. Oke! Kemungkinan pertama tidak mungkin karena kalau pencipta diciptakan oleh “sesuatu yang lain”, maka sesuatu yang lain itulah yang layak disebut Pencipta. Sementara yang dikatakan “Pencipta” –karena dia diciptakan- justru dia berpredikat sebagai makhluk (cukup jelas kan…?). Kemungkinan kedua jelas ngawur. Mana mungkin dalam waktu yang bersamaan dia berperan sebagai pencipta dan makhluk. Karena itu, kemungkinan yang ketiga yang tepat, bahwa Sang Pencipta haruslah tidak berawal dan tidak berakhir (azali).
Terkait dengan hal ini, pernah ada seorang Arab Badwi (Arab pedalaman) yang berkata, “Adanya kotoran unta menunjukkan adanya unta”. Keliatan banget kan untuk mengakui keberadaan Sang Pencipta nggak perlu pendidikan yang tinggi. Karena, banyak juga ilmuwan-ilmuwan yang sering muncul di pelajaran Biologi atau Fisika ternyata nggak percaya Tuhan. Ada juga sih, orang yang keukeuh nggak percaya sama Tuhan sebelum melihat Tuhannya secara langsung. Ini adalah kesalahan berfikir dari ideologi sosialis yang menganggap bahwa otak itu fungsinya seperti cermin. Kalau bendanya ada di depan cermin baru kita bisa percaya benda itu ada. Contoh kecilnya gampang aja, benda apa yang sedang ada dihadapan kamu sekarang. Kalau di depan saya sekarang ada lap top. Percaya nggak lap top ini ada yang menciptakan? Tentu saja! Tanpa perlu ada syarat, misalnya saya percaya kalau lap top ini ada yang bikin kalau saya bener-bener ketemu sama yang bikin dan salaman sama beliau.
Ya, begitulah sobat. Pada akhirnya kita telah menjawab dengan baik pertanyaan pertama tentang asal mula alam semesta. Pertanyaan ini juga menegaskan keberadaan kita di dunia sebagai makhluk yang lemah, terbatas, dan bergantung pada sesuatu yang lain.
Siap untuk menjawab pertanyaan kedua?? Lanjuutt….
PERTANYAAN BESAR KEDUA; UNTUK APA KITA DICIPTAKAN? (Limadza ji’tu?)
Luar biasa kejam! Di Pemalang, sepasang kekasih yang masih belia tega membunuh empat orang, yang semuanya perempuan dengan cara yang keji. Perempuan itu adalah pengusaha es dawet di tempat mereka bekerja, salah satu dari keempat perempuan yang dibunuh masih balita. Setelah diselidiki, penyebabnya adalah kehamilan yang tidak diinginkan akibat pergaulan bebas yang mereka lakukan. Mereka bermaksud menggugurkan kandungan hasil perzinahan, namun tidak memiliki biaya. Akhirnya mereka merampok dan membunuh untuk biaya aborsi. Apakah mereka menyesal? Sepertinya tidak, karena setelah membunuh empat orang mereka masih saja membunuh bayi tidak berdosa yang masih dalam kandungan dengan cara aborsi. Jadi, total keseluruhan lima nyawa melayang di tangan mereka.
Sobat, apa yang kamu rasakan setelah membaca berita diatas? Speechless? Tidak bisa berkata-kata dan sulit mempercayai ada remaja yang mampu melakukan itu semua? Bagaimana jika saya beberkan lebih lanjut tentang fakta remaja di Indonesia yang seolah kehilangan arah dalam menjalani hidupnya?
Sedikitnya 56 persen remaja Kota Bandung pada rentang usia 15 hingga 24 tahun sudah pernah berhubungan seks atau making love (ML) di luar nikah. Hubungan seks dilakukan dengan pacar, teman, dan pekerja seks komersial. Hal itu terungkap dalam workshop hasil baseline survei pengetahuan dan perilaku remaja Kota Bandung oleh 25 Messenger Jawa Barat di Wisma PKBI Jabar, Jalan Soekarno Hatta.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan 25 Messenger Jabar Kristian Widya Wicaksono mengatakan, survei yang dilakukan rentang waktu bulan Juni 2008 ini melibatkan rata-rata 100 responden remaja usia 15-24 tahun yang ada di setiap kecamatan di Kota Bandung.
Survei dibagi menjadi dua kategori rentang usia di dua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan usia 15-19 tahun dan rentang usia 20-24 tahun. Survei juga mendapat data adanya hubungan sesama jenis dari responden.
Dari hasil survei tersebut, sebanyak 56 persen remaja pada rentang usia tersebut pernah melakukan hubungan seksual. Dari jumlah tersebut, 30 persen menyatakan hubungan dilakukan dengan pacar sendiri, 11 persen dengan pekerja seks komersial (PSK), dan 3 persen dengan seseorang atau teman yang baru dikenalnya (one night standing).[2]
Diantara kita ada manusia yang tidak mengerti mengapa mereka diciptakan ke dunia ini. Mereka menjalani hidup seolah tidak akan pernah mati. Hidupnya kebanyakan diisi oleh hal-hal yang sia-sia dan tidak bermakna. Bahkan melakukan sesuatu diluar akal sehat, seperti dua kasus di atas tadi. Padahal Allah nggak gitu aja menciptakan kita di dunia tanpa bekal apapun. Allah memberikan kita akal, dan fitrah yang melekat pada diri manusia. Allah juga memberikan kita panca indera yang sangat penting dalam proses berfikir.
Sobat, siapa yang dirumahnya punya binatang peliharaan? Dekat rumah saya ada kucing yang dipelihara sejak masih bayi. Sekarang kucing itu sudah besar, dan hampir mendekati ajalnya karena sudah sangat tua. Kalau saya perhatikan, kucing itu hidupnya gitu-gitu aja dan nggak ada perbedaan antar sesama kucing. Mereka dilahirkan, waktu masih kecil senang bermain-main, kucing itu kemudian tumbuh besar, dan pada fase tertentu mereka mengalami masa kawin, punya anak, tua kemudian mati.
Apa hubungannya sama kucing?
Percaya nggak percaya, ada aja manusia yang hidupnya nggak jauh beda sama kucing. Dia terlahir ke dunia, kemudian saat masa kanak-kanak dia mulai disekolahkan, masuk TK, SD, SMP, SMA, lulus kuliah, kemudian dia kerja, menikah, punya anak,  tua dan meninggalkan dunia. Nanti anaknya gitu lagi. Masih mending kalau dalam menjalankan hidupnya dia berada dalam track yang benar. Kebanyakan manusia, menjadikan hawa nafsunya sebagai kendali dalam menjalankan hidup. Pada akhirnya, nggak ada bedanya sama kucing. Padahal kucing kan nggak punya akal, jadi dia nggak bisa memikirkan pertanyaan mendasar dalam hidupnya seperti manusia.
Sobat, satu hal yang perlu kita garis bawahi, cetak tebal, dan huruf miring; kegagalan manusia dalam memahami hakikat hidupnya disebabkan karena kelalaian manusia dan keengganannya menggunakan bekal yang Allah berikan (akal) sehingga hidupnya senantiasa menyimpang. Intinya, jangan heran kalau jaman sekarang kita melihat banyak manusia yang perilakunya seperti binatang, bahkan lebih rendah lagi. Seperti cerita di atas, ada seorang ibu yang tega membunuh anaknya bahkan pada saat masih berada dalam kandungan. Harimau saja yang terkenal galak, nggak akan mau makan anaknya.
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” [TQS. Al-Araf (7): 179]
“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).”
[TQS. Al-Furqaan (25): 43-44]
Dalam buku Meretas Jalan Menjadi Politisi Transformatif, Ustadz MR. Kurnia, dkk menjelaskan bahwa Islam memandang, manusia diciptakan oleh Allah ke dunia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Makna ibadah secara bahasa (lughah) disebutkan Imam Al Fairuz Abadi dalam kamus Al-Muhith sebagai taat, dalam arti menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan. Sedangkan menurut istilah, ada dua pengertian, yakni pengertian secara khusus (khaas) dan umum (‘aam). Muhammad Husein Abdullah dalam kitab Dirasaat Fil Fikri al Islamy memberikan pengertian khusus ibadah sebagai menaati perintah dan larangan Allah SWT yang mengatur hubungan antara Allah SWT dengan hamba-Nya, misalnya shalat, shaum, doa, dan lain-lain. Dalam pengertian umum, ibadah bermakna mengikatkan diri dengan seluruh hukum-hukum Allah SWT.[3]
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. [TQS. Ad-Dzaariyat (51): 56]
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” [TQS. Al-Bayyinah (58): 5]
Ibadah disini tidak lain adalah mentaati seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Inilah yang menjadi tujuan penciptaan kita di dunia. Intinya, dalam menjalani hidup, kita harus senantiasa mengikatkan diri kepada aturan Sang Pencipta.
Sobat, mungkin kita semua sudah tahu bahwa di dunia ini ada tiga hubungan yang kita jalani. Nah, ketiga hubungan tersebut haruslah terikat kepada aturan Allah. Pertama, hubungan kita dengan Allah, Sang Pencipta kita, dalam bidang aqidah dan ibadah. Shalat, shaum, beribadah haji, dan sebagainya adalah contoh hubungan kita dengan Allah. Dalam hal tersebut, kita harus menyesuaikan tata cara pelaksanaannya dengan aturan Allah. Jadi nggak boleh ngarang-ngarang, seperti yang terjadi di banyak aliran sesat. Ada yang shalatnya pake bahasa Indonesia, atau shaum Ramadhan yang menjadi tidak wajib. Yang kayak gini wajib dihilangkan dan dikembalikan kepada jalan yang benar. Karena Allah dan Rasul-Nya telah jelas menunjukkan dengan jelas bagaimana tata cara ibadah tersebut. Kedua, hubungan kita dengan diri kita sendiri, seperti makanan, minuman, pakaian, akhlak, semuanya juga harus terikat kepada aturan Allah. Makanan dan minuman mana yang halal kita konsumsi, jangan asal tabrak aja. Pakaian seperti apa yang harus digunakan oleh seorang muslim dan muslimah. Semuanya harus berdasarkan tuntunan Al-Quran dan Sunnah. Begitu pula dalam hubungan kita dengan orang lain, dalam hal mu’amalah dan uqubat (hukuman dan sanksi). Pada intinya, dalam segala aspek kehidupan (ipoleksosbudhankam), tidak boleh ada sekecil apapun perbuatan kita yang tidak sesuai dengan perintah dan larangan Allah.
Berat nggak?
Mengapa harus merasa berat, jika aturan yang Allah turunkan itu akan menjadi penerang jalan kita menuju Syurga-Nya. Terkadang saya suka merasa lucu. Bagi yang masih sekolah atau kuliah nih, kalau misalnya dosen atau guru meminta kita untuk mengumpulkan tugas makalah jam 12 malem di rumahnya yang deket kuburan. Dengan konsekuensi, kalau yang nggak mengumpulkan nilainya nol atau E bagi yang kuliah. Kira-kira bakalan kamu kerjain nggak? Seratus persen pasti kamu lakuin kan, meskipun memang agak lebay. Karena kita menyadari bahwa nilai kita ada di tangan dosen atau guru. Nah, masa sih kita bisa segitu all out untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah atau kuliah, namun abai terhadap aturan Allah yang jelas jiwa kita berada dalam genggaman-Nya. Naudzubillahimindzalik.. Semoga kita bisa menjadi manusia yang senantiasa taat kepada Allah. Aamiin..
PERTANYAAN KETIGA: KEMANA MANUSIA DAN KEHIDUPAN INI SETELAH DI DUNIA? (Ila ayna al-mashir?)
Sobat, banyak permasalahan yang mampu diselesaikan oleh seorang manusia yang masih hidup. Namun, pada akhirnya mereka akan menghadapi sebuah kenyataan yang tidak seorang pun dapat menghindarinya. Kematian.
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” [TQS. Ali-Imran (3):185]
Pernahkah kalian sejenak berhenti dari rutinitas yang dijalani dan berfikir bahwa semua ini akan sampai pada sebuah akhir? Banyak dari manusia yang mengejar-ngejar perhiasan dunia dengan sangat berlebihan seolah mereka bisa membawa semuanya ketika meninggal.
“Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati.” [TQS. Al-Mukminun (23):15]
Sobat, apakah kamu pernah berfikir secara detail tentang kematian? Bagaimana tubuh seorang manusia ketika nyawanya sudah terlepas dari raganya?
Suatu saat kita akan mati. Mungkin dengan cara yang tidak pernah kita duga sebelumnya. Mungkin saat bepergian, sekolah, bahkan saat tidur sekalipun. Atau, penyakit yang sangat fatal mengakibatkan kematian kita. Atau sederhananya jantung kita akan berhenti berdetak tanpa alasan apapun.
Mulai detik itu, kita tak memiliki hubungan apa pun dengan tubuh ini. Kita akan menjadi “sendiri”, sementara tubuh kita kemudian hanya akan menjadi seonggok daging biasa. Setelah kematian, orang lain akan membawa tubuh kita. Kemudian orang-orang akan menangis dan berkabung. Lalu tubuh tersebut akan dibawa ke rumah mayat sekalipun di malam hari. Hari berikutnya kuburan segera digali. Tubuh kita yang tak bernyawa kini sangat kaku, akan dimandikan dengan air yang dingin. Sementara itu, tanda-tanda kematian segera nampak di mana beberapa bagian tubuh mulai memucat.
Kemudian, mayat ini akan dibungkus dengan kain kafan dan diletakkan di peti mayat. Mobil jenazah telah siap membawa peti tersebut, berjalan menuju ke pemakaman, hidup seperti di jalanan. Ketika melihat mobil jenazah yang lewat, beberapa orang akan nampak berkhidmad, tetapi kebanyakan berlalu begitu saja dengan kesibukan mereka masing-masing. Setiba di pemakaman, peti jenazah akan diusung oleh orang-orang yang mencintai kita atau tampak mencintai kita. Kemungkinan besar, orang-orang yang mengitarinya akan menangis dan meratap lagi. Kemudian orang-orang berdatangan dengan satu tujuan yakni, pemakaman. Di atas batu nisan. nama kita akan dipahatkan. Kemudian mayat kita akan diangkat dari peti mayat dan diletakkan ke dalam lubang yang telah digali. Pendo’a akan berdo’a untuk kita. Akhirnya, orang-orang dengan sekop akan mulai menutup mayat kita dengan tanah yang juga akan mengenai kain kafan. Tanah menyentuh mulut kita, leher, mata dan hidung. Dan akhirnya menimbun seluruh kain kafan. Akhirnya pemakaman selesai, dan orang-orang meninggalkan pemakaman. Semuanya kembali sunyi. Beberapa orang akan datang untuk berziarah dalam sela-sela waktu mereka untuk kita yang telah dimakamkan. Tak ada lagi hidup yang penuh arti. Rumah yang indah, orang yang cantik, alam yang mempesona sudah tidak ada artinya lagi. Tubuh kita sudah tidak akan bertemu dengan seorang teman pun. Mulai itulah, satu kepastian yang menimpa mayat adalah tanah, ulat belatung dan bakteri akan menggerogotinya.
Saat dipendam tubuh kita mengalami proses pembusukan yang sangat cepat yang disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal tubuh tersebut. Setelah mayat kita diletakkan di kuburan, dengan cepat bakteri dan serangga yang berkembang biak di dalam mayat karena tidak adanya oksigen, akan memulai kerjanya. Gas-gas yang dikeluarkan organisme tersebut akan masuk ke dalam mayat, mulai dari perut, merubah bentuk dan penampilannya. Gumpalan darah keluar dari mulut dan hidung karena desakan gas dari rongga perut. Seperti proses penggerogotan, rambut, kuku, lidah dan telapak tangan akan lepas semua. Bersamaan dengan itu pula terjadi perubahan dalam tubuh seperti paru-paru, jantung dan hati yang akan mengalami pembusukan. Dalam waktu yang berbarengan, pemandangan yang sangat mengerikan terjadi di perut, di mana kulit tidak dapat menahan lagi tekanan gas yang semakin mendesak dan akhirnya jebol, menebarkan bau yang sangat busuk. Mulai dari tengkorak, otot-ototnya lepas dari bagiannya masing-masing. Kulit dan jaringan lunak juga akan tercerai berai semua. Otak akan membusuk hingga nampak seperti tanah liat. Proses akan terus berlanjut sampai seluruhnya tinggal tulang belulang.
Tubuh itu kita bayangkan sebagai diri kita, akan hilang secara mengerikan dan bentuknya tak dapat dikenali lagi. Maka ketika kita meninggalkan kewajiban ibadah kita, cacing, serangga dan bakteri di dalam tanah akan menghancurkan mayat kita begitu saja.
Jika kita mati karena kecelakaan dan tidak dikuburkan, apa yang terjadi akan lebih tragis lagi. Mayat kita akan dimakan ulat belatung, seperti potongan daging yang diletakkan pada temperatur ruangan dalam waktu yang lama. Sampai akhirnya ulat belatung memakan habis potongan daging yang terakhir, mayat kita hanya tinggal tulang belaka.
Demikianlah, manusia yang diciptakan dalam bentuk paling sempurna, akhirnya menjadi bentuk yang paling mengerikan, dan memang begitulah kenyataannya.[4]
Maaf sobat, bukan hendak menakut-nakuti. Tapi memang begitulah kondisi tubuh kita saat kematian sudah menghampiri. Tidak ada lagi sesuatu yang bisa kita banggakan lagi. Semua yang dihasilkan di dunia tidak akan bisa kita bawa, hanyalah amalan yang menemani.
Pada hari kiamat, manusia akan kembali dibangkitkan dari kuburnya untuk dihisab segala amal perbuatannya. Sobat, tiket di akhirat kelak hanya ada dua, syurga atau neraka. Maka, dimanakah tempat kita nantinya? Renungkanlah dengan mendalam.
“Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna.” [TQS. Al-Qiyamah (75): 3-4]
Allah juga menginformasikan keadaan manusia yang dibangkitkan saat kiamat bermacam-macam, sesuai dengan iman dan amal perbuatannya.
“Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.” [TQS. Al-Zalzalah (99): 6-8]
Orang-orang kafir yang tidak mempercayai hari kiamat menjadi kaget dibuatnya. Karena penyesalan yang amat sangat, sampai-sampai orang kafir saat itu berharap lebih baik saat di dunia mereka menjadi tanah saja.
“Dan ditiuplah sangkalala, maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka. Mereka berkata: "Aduhai celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat-tidur kami (kubur)?." Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul- rasul(Nya).” [TQS. Yaasin (36): 51-52]
Dia mengatakan: "Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini."[TQS. Al-Fajr (89): 24]
Sesungguhnya Kami telah memperingatkan kepadamu (hai orang kafir) siksa yang dekat, pada hari manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya; dan orang kafir berkata: "Alangkah baiknya sekiranya aku dahulu adalah tanah."[TQS. An-Naba (78): 40]
Adapun muslim yang banyak berbuat dosa juga akan menyesal, mengapa semasa hidupnya tidak menjalankan ajaran Islam sebagaimana mestinya dan telah mengambil teman (panutan) yang sesat dan menyesatkan.
“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul." Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si Fulan itu teman akrab (ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia.” [TQS. Al-Furqaan (25): 27-29]
Sedangkan orang-orang muslim yang taat menjalankan ketentuan-ketentuan yang sudah Allah tetapkan, tidak akan mengalami kegoncangan atau kekerasan pada hari kiamat.
Sobat, tidak hanya sampai disitu, kemudian Allah akan menimbang segala amal perbuatan kita selama di dunia. Pada akhirnya, akan sampailah pada keputusan tempat tinggal kita, apakah di syurga ataukah di neraka.
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” [TQS. Al-Anbiyaa (21): 47]
“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.”
 [TQS. Al-Qari’ah (101): 6-9]
Begitulah sobat, akhir dari kehidupan yang sebentar ini. Maka, tidak ada alasan lagi bagi kita untuk tidak menaati Allah dan Rasulnya. Kembali lagi pada pembuka, bahwa Life is choice, hidup memang pilihan, namun setiap pilihan tetap akan dimintai pertanggung jawaban. Wallahu’alam bishowab.[]

KESIMPULAN
Ada satu hal yang sangat menarik dalam buku Misi di Sebuah Planet tulisan Husain Mathla. Peran utama manusia di dunia adalah menjadi seorang agen misi. Dia Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang memberikan tugas kepada kita dengan misi beribadah kepada-Nya di sebuah planet yang bernama bumi. Sebagai fasilitas dalam menjalankan misi, kita diberikan berbagai potensi untuk bertahan hidup sekaligus akal yang akan membedakan kita dengan makhluk lainnya di muka bumi ini. Kita pun diberikan jangka waktu dalam menjalankan misi di Bumi yang kisarannya bermacam-macam sesuai kehendak-Nya. Selanjutnya, kita akan dimintai pertanggung jawaban tentang bagaimana kita menjalankan misi yang diamanahkan-Nya. Jika kita amanah maka Allah memberikan kasih sayang-Nya dengan syurga seluas langit dan bumi. Namun, sebaliknya jika kita berkhianat maka balasannya adalah siksa yang pedih. So, pilih yang mana?














BIBLIOGRAFI
Kurnia, MR, dkk. 2004. Meretas Jalan Menjadi Politisi Transformatif. Bogor: Al-Azhar Press
Abdurrahman,M. 2004. Rahasia Dibalik Keteraturan dan Keganjilan Alam Semesta. Bogor: Pustaka Thariqul Izzah.
Yahya, Harun. 2003. Berpikirlah Sejak Anda Bangun Tidur. Jakarta: Global Media Cipta Publishing.
Yahya, Harun. 2003. Menjawab Tuntas Polemik Evolusi. Jakarta: Global Media Cipta Publishing


[1] Yahya, Harun. 2003. Menjawab Tuntas Polemik Evolusi. Jakarta: Global Media Cipta Publishing
[2] 56% remaja melakukan hubungan seks diluar nikah. ceritakan.com
[3] Kurnia MR, dkk. 2004. Meretas Jalan Menjadi Politisi Transformatif. Bogor: Al-Azhar Press
[4] Yahya, Harun. 2003. Menjawab Tuntas Polemik Evolusi. Jakarta: Global Media Cipta Publishing

Living the Afterlife

Sedih rasanya melihat hampir semua orang mengejar hal yang sama saat ini. Dunia-Dunia-Dunia. Kapitalisme telah sukses merubah kepribadian seseorang menjadi orang yang 'baik kalau ada maunya'. Jika dimintai bantuan, jawabannya 'apa untungnya buat saya?' atau 'cepek dulu'. Jiaaahhhh, cape deh! Padahal pada era kebangkitan Islam, hampir semua manusia bekerja untuk satu hal; taqwa kepada Allah. Mereka memandang dunia sangat rendah (tentu saja karena mereka merindukan kehidupan yang baik di negeri akhirat yang kekal).

Kehidupan dunia adalah penjara bagi seorang mukmin dan surga bagi seorang kafir
(HR. Muslim)
Karena itu rasanya tak layak seorang muslim juga ikut-ikutan memfokuskan hidupnya untuk mengejar dunia. Living the Afterlife adalah judul presentasi dari Ust. Felix Siauw yang menginspirasi saya untuk senantiasa menjadikan kehidupan setelah dunia sebagai poros kehidupan. Kedepannya, blog ini akan berisi hal-hal yang menjadi peta bagi orang-orang yang menginginkan hidup setelah kehidupannya dalam kondisi yang diridhoi oleh Pencipta. Alias bahagia.. Siapa yang mau?