Jumat, 28 Desember 2012

Surat Cinta


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh…
Surat ini kuberikan kepadamu dengan iringan rasa rindu yang mendalam untuk bersamamu kembali di jalan dakwah.
Dulu, saat pertama kali saya bergabung di barisan dakwah ini, saya mendapatkan amanah untuk memegang sebuah kelompok kecil. Salah satunya ada seorang ukhtiy yang murah senyum dan hatinya bersih. Saat itu saya masih harus banyak belajar untuk mengelola sebuah kelompok. Namun, dengan semangatnya dia memberikan kepercayaan penuh kepada saya untuk menjadi musyrifahnya. Dia menjalankan rencana dakwah yang kami susun bersama dengan semangat. Dia adik kelas saya waktu SMA. Pernah suatu ketika saat dia belum mengkaji Islam, saya pernah melukai hatinya secara tidak sengaja. Tapi saat kami kembali dipertemukan dalam kelompok ini, dia sama sekali tidak mengungkitnya dan tetap tsiqah kepada saya.
Saat itu saya masih belum tau dimana tempat tinggalnya, sampai suatu ketika kami berencana untuk membuka lahan dakwah di tempatnya. Subhanallah sekali ternyata tempat tinggalnya sangat jauh dari tempat kami biasa halqah. Sedangkan setiap minggunya kami halqah pagi-pagi sekali. Namun sekali pun dia tidak pernah datang terlambat. Dengan semangat dia membuka lahan bersama kami di masjid dekat rumahnya. Kami membuka kajian mingguan yang bernama Fortuna (Forum Studi An-Nisa).
Dia adalah inspirasi saya untuk terus menjadi musyrifah yang lebih baik. Dia tidak pernah melihat kekurangan saya, dia selalu percaya terhadap apa yang saya sampaikan. Dia selalu menyampaikan mimpi-mimpinya untuk menjadi pengemban dakwah sampai akhir hidupnya. Seringkali dia mengungkapkan betapa bersyukurnya ia bergabung di jalan dakwah ini.
Saya melihat potensinya yang sangat besar, kemudian saya mendorongnya untuk mutasi dakwah ke kampusnya. Berat hati ini untuk melepaskan partner dakwah yang selama ini mengajak saya untuk melesat bersamanya dalam dakwah. Namun saya juga tidak ingin menjadi udara yang menghambat terbangnya. Dia bisa lebih optimal lagi dengan dakwah di kampusnya. Dengan orang-orang dan lingkungan yang lebih baik dari yang sekarang. Saya kemudian merelakannya untuk mutasi....
Kami tetap berkomunikasi dengan baik, seringkali kami bertemu saat acara-acara besar dakwah. Saat itu saya memeluknya erat, bangga dengan dia yang sekarang. Jauh lebih baik, jauh lebih sholehah, jauh lebih militan dari yang sebelumnya. Dia tetap dia yang sederhana dan rendah hati. Saya selalu melihat senyum di wajahnya, senyum yang sampai sekarang tak pernah lepas dari ingatan saya....
Sampai suatu hari...
Allah lebih sayang kepadanya. Dia memanggilnya terlebih dahulu dalam sebuah kecelakaan lalu lintas. Lutut ini terasa lemas dan saya tak percaya. Saat itu saya mendapatkan kabar via sms dan setelah membaca sms, handphone saya mati. Saya tak bisa mengecek kebenaran beritanya, karena itu saya bergegas ke tempat tinggalnya saat turun dari kereta. Perasaan ini terasa campur aduk, saya tidak bisa berpikir, saya hanya berdoa semoga semua ini tidak benar. Semoga ini hanya sms iseng, semoga dia selamat...
Saat berjalan ke rumahnya saya melihat kumpulan orang. Ternyata benar, dia sudah tiada. Jenazahnya sedang dalam perjalanan.
Saya melihatnya sudah terbujur kaku. Saya melihat sekali lagi wajahnya yang teduh dan menenangkan. Baru kali ini saya melihatnya tidak tersenyum. Namun wajahnya tetap bercahaya.
Saat di rumahnya terbayang kembali saat pertama kali saya berada di rumah ini untuk membuka lahan dakwah. Saya melihat masjid di belakang rumahnya tempat kami mengadakan kajian Islam dulu. Saya melihat kembali matahari terbenam di gunung dekat rumahnya. Seperti yang saya lihat dulu. Hati ini gerimis, saya bahkan belum menyampaikan betapa saya mencintainya karena Allah...
Malamnya hati ini benar-benar diliputi rasa rindu. Terbayang semua kenangan yang pernah dilalui bersama. Terbayang senyumnya, semangatnya yang tak pernah luntur.
Saya cek kembali sms-sms darinya barangkali masih ada yang tersimpan. Nihil. Saya mencoba menghubunginya meski saya tahu itu perbuatan bodoh. Ya Allah, saya rindu suaranya, saya rindu dengan sapaannya, senyumnya, saya rindu berbagi cerita dengannya....
Ya Allah, saya hanya bisa mengirimkan doa untuknya agar Engkau bisa menempatkannya di sebaik-baiknya tempat kembali. Berharap agar Engkau mau mempertemukan kami kembali di syurga-Nya.
Lalu kemudian saya menemukan seseorang yang sangat mirip dengannya.
Pertama kali kami bertemu, dia mengungkapkan keinginannya untuk mengkaji Islam. Saat itu dia menjadi TU sebuah SMK yang jam kerjanya sangat padat. Meski kami harus mengkaji Islam jam 4 sore di masjid sekolahnya sampai matahari terbenam, namun dia tidak pernah terlihat lelah atau mengeluh. Perubahannya terlihat sangat signifikan. Dia sangat taat kepada hukum syara’.
Suatu saat, beberapa minggu setelah kajian berlangsung, kami berencana untuk mengadakan kajian di Masjid Agung Rancaekek di waktu sore sesuai waktu pulang kerjanya. Kami pindah tempat, karena saat itu ada penambahan anggota kelompok baru.
Sorenya langit terlihat sangat gelap. Petir menyambar dan hujan turun dengan sangat derasnya. Tempat tinggalnya adalah kawasan yang sangat sering terkena banjir. Saya mulai ragu mereka datang, namun saya tetap datang ke tempat kajian. Bagi saya, datang ke tempat kajian jauh lebih mudah karena banyak angkot dan saya masih bebas banjir.
Luar biasa, ketika saya datang mereka semua hadir tanpa terkecuali dirinya. Hati ini kagum dan haru. Dia dan sahabatnya yang rumahnya berdekatan terlihat basah kuyup di bagian bawah jilbabnya. Saya bertanya, bagaimana cara mereka datang ke tempat ini dengan kondisi banjir. Mereka menjawab bahwa mereka tidak mungkin menaikkan jilbabnya karena khawatir tersingkap auratnya. Karena itu mereka membiarkan bagian bawah jilbab mereka serta kaus kakinya basah. Berulangkali saya mengucap tasbih dan hamdalah atas keistiqamahan mereka.
Tidak terasa hampir setahun dia belajar di jamaah dakwah ini. Ujian pun datang kepada saya. Ada sebuah berita tidak benar tentang saya yang sampai kepada adik-adik yang saya pegang. Beberapa diantara mereka yang kehilangan kepercayaan kepada saya. Saat itu saya sedih luar biasa, setiap malam saya menangis mengingat saya sangat sayang kepada mereka.
Dalam sebuah kesempatan saya bertemu dengannya. Dia tetap tersenyum kepada saya. Saya menggenggam tangannya, dia tetap tersenyum dan berkata;
”Teteh, beberapa orang mungkin bisa dengan mudahnya melupakan kebaikan-kebaikan orang lain dengan hanya mendengar satu berita negatif. Tapi saya tidak teh, saya percaya sama teteh. Saya tidak pernah melihat dengan mata kepala saya kalau teteh pernah seperti itu. Teteh yang semangat ya...”
Saat itu saya mengingat sahabat saya yang telah tiada. Dia benar-benar mirip dengannya. Saya berterima kasih untuk kepercayaan dan semangatnya.
Saat perhalaqahan, dia selalu datang lebih awal dengan sepedanya. Dia tidak pernah sekalipun mengeluh dengan jarak dari rumahnya ke tempat halqah. Dia hampir tidak pernah absen halqah. Pernah suatu ketika kami mengontak sebuah SMK yang letaknya sangat jauh. Dia datang kesana dari tempat kerjanya dengan menggunakan sepeda! Bayangkan dengan angkot saja perjalanan lumayan menghabiskan waktu. Sampai di SMK wajahnya merah sekali, namun sekali lagi dia tetap tersenyum. Meski pada akhirnya hanya satu orang yang berhasil dia kontak namun dia tetap tersenyum. Dia benar-benar mirip dengan sahabat yang lebih dulu meninggalkan saya.
Dia adalah sosok yang menginspirasi saya. Dengan keterbatasannya tak pernah sekalipun saya mendengarnya mengeluh. Sosok yang polos dan lugu namun dibalik itu semua dia juga cerdas. Saya sangat menginginkan dia kuliah meski pada akhirnya dia memilih untuk bekerja. Saya tidak mempermasalahkan selama dia masih tetap berada dalam barisan dakwah ini.
***
Saya mencintainya karena Allah. Saya tidak mau kehilangan dia dalam barisan dakwah ini. Saya akan berusaha sampai Allah mengizinkannya untuk kembali kesini. Saya ingin kami semua dikumpulkan di syurga-Nya kelak.
Sore tadi saya mendengar suaranya. Suara yang saya rindukan karena sejak tiga minggu ini kami tidak bertemu.
Saya ingat betapa frustasinya saya ketika menelfon sahabat saya yang sudah dipanggil oleh-Nya. Tidak pernah tersambung namun saya tetap berusaha untuk menghubunginya seperti kurang waras. Saya hanya ingin menyampaikan satu hal, bahwa saya sangat mencintainya karena Allah...
Berbeda dengan kondisi sekarang, karena dia masih bisa mengangkat telefonnya. Saya masih bisa mendengar suaranya. Saya masih bisa berkomunikasi dengannya. Karena itu saya tidak akan menyerah sampai dia bisa kembali ke jalan ini. Saya merindukannya, merindukan kembali dirinya di tengah-tengah para pengemban dakwah yang lain.
Sahabatku, aku mencintaimu karena Allah, karena itu kembalilah kesini... Aku merindukanmu...

Penghujung tahun 2012
Sahabatmu yang merindukanmu
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabaratuh



Tidak ada komentar:

Posting Komentar