Selasa, 28 Januari 2014

Karena aku mencintai dakwah ini...

Entah darimana saya harus memulai tulisan ini. Malam ini saya sedih dan membuat saya jadi berpikir. Betapa banyak hal yang perlu dievaluasi dan diperbaiki dari cara saya berdakwah selama ini. Ada sebuah status dari orang yang berilmu, saya mengenal background beliau-beliau yang belajar sangat serius terhadap Islam. Awalnya saya mau menuliskan disini isi dari statusnya, tapi sepertinya akan memancing kontroversi. Biarlah saya ceritakan apa yang bisa saya ambil pelajaran dan hikmah dari status beliau.

Sebagai generasi muda yang masih semangat membara dalam menyampaikan Islam, nampaknya ada satu hal yang perlu menjadi perhatian.
Etika.
Kita berdakwah untuk menyampaikan Islam, jangan sampai apa yang kita lakukan justru menutup pintu hati mad'u kita. Terlebih jika kita bergabung di sebuah barisan dakwah. Kesalahan kita akan menjadi penghalang bagi generasi berikutnya yang akan berdakwah di tempat yang sama. Beberapa kali saya mencoba masuk ke sebuah masjid dan sekolah untuk menyebarkan Islam. Namun ditolak dengan alasan, dulu pernah ada juga yang datang dari kelompok yang sama dan dia begini dan begitu. Misalnya berdakwah tidak dengan cara yang ma'ruf, sembarangan menuduh, tidak menggunakan bahasa yang santun, dsb. Tak penting bagi mereka bahwa saya adalah orang yang benar-benar berbeda. Saya berada di barisan yang sama dengan orang yang sebelumnya, maka saya sama dengan mereka. Titik. Dari sana saya belajar bahwa penting bagi kita untuk berhati-hati ketika berdakwah. Itulah yang menyebabkan perlunya persiapan yang matang sebelum meluncur ke medan dakwah. Penting bagi kita untuk mengetahui audience yang akan mendengarkan dakwah kita. Sehingga kita bisa berbahasa sesuai dengan bahasa yang bisa dimengerti oleh audience. Bukankah esensi dakwah itu adalah agar Islam sampai kepada mereka?

Begitu pun ketika kita berdakwah di acara orang lain. Kadangkala kita benar-benar greget untuk menyampaikan ide yang kita miliki. Tak sadar bahwa terkadang kita tidak mengontrol bahasa yang kita gunakan, tidak melihat situasi dan kondisi bahwa komentar kita malah akan menjadi boomerang bagi kita sendiri. Jika kita datang ke sebuah majelis ilmu (siapapun yang mengadakan), maka niatkan untuk mencari ilmu. Jangan sampai perbedaan menjadi penghalang bagi kita untuk mendapatan ilmu dari mereka. Jauhi niat bahwa saya ingin mematahkan argumen pembicara yang tidak sesuai dengan pemahaman yang dimiliki. Memberikan pertanyaan atau pernyataan yang menyudutkan dan jauh dari topik hanya akan menebalkan perbedaan dan menimbulkan perpecahan. Jikapun memang ingin bertanya, pilihlah kata-kata yang baik dengan nada yang baik, dan diniatkan bahwa saya memang benar-benar ingin bertanya. Bukan ingin menjatuhkan.

Berikutnya, jangan menganggap remeh kebaikan yang sudah dilakukan oleh orang lain. Kita tak pernah benar-benar tahu siapa pribadi yang lebih baik di mata Allah. Jauhi sifat gampang menjudge, perbanyaklah berkaca. Jika seseorang berniat untuk melakukan kebaikan, maka dukunglah dia. Terlepas kebaikan jenis apa yang dilakukannya, jangan dicela. Yang dia lakukan itu adalah sebuah kebaikan yang bisa jadi caranya lebih bisa diterima oleh ummat ketimbang cara kita. Jika ada hal-hal yang memang melanggar ketentuan agama, maka luruskanlah secara hanif. Namun selama dia masih berada di barisan dakwah, selama yang disampaikannya adalah kebenaran, mari kita dukung.

Dakwah itu proses yang memerlukan waktu. Perubahan itu tidak instan dan perlu kesabaran. Jangan tergesa-gesa dalam mengambil kesimpulan dan melakukan sebuah aksi. Karena sedikit banyak hal tersebut akan mempengaruhi perjalanan dakwah yang lain.

Selama berdakwah saya jadi banyak berkaca dan banyak merenung. Ada dua hal yang selalu menjadi bahan renungan saya setiap saya selesai mengisi sebuah kajian. Apakah cara saya dalam menyampaikan sudah benar? Apakah saya sudah melaksanakan apa yang saya sampaikan?
Wallahu'alam bishowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar