Suatu saat saya pernah bengong melihat seorang pria dengan tindikkan di wajahnya. Di hidung, lidah, telinga, semuanya tersebar paku-paku kecil. Di daun telinga tempat anting bahkan dipasangi cincin dengan diameter yang cukup besar. Telinganya jadi melebar gitu, kayak ketarik ke bawah. Serem sih ngelihatnya, tapi dia kayak yang enjoy aja. Merasa ngga ada beban dan ngga terganggu.
Kemudian saya jadi berfikir kayak gini.
Kalau ditanya, apakah gaya pria di atas itu normal atau engga versi orang kebanyakan, tentu jawabannya ngga normal. Tapi pria itu pede banget jalan-jalan ke luar dan mungkin merasa ganteng dengan dandanan seperti itu. Nah, terus kenapa saya yang seperti ini harus malu? *Plak, ditampar lagi.
Kalau ditanya apa style saya ini normal versi orang sini, pasti mereka semua sepakat ngga biasa. Semuanya ditutupin kecuali wajah dan telapak tangan. Alhamdulillahnya saya datang kesini pas Auntum dan Winter yang nota bene udara diluar dingin. Otomatis semua orang pasti menutup tubuhnya rapat-rapat. Jadi saya yang begini ngga akan terlalu keliatan beda. Bisa dibayangin kalau saya kesini pas summer. Suhu diatas 35 derajat masih menutup aurat, bisa dianggap gila sama orang sekitar. Tapi ya, itulah yang dilakukan oleh muslimah berhijab disini. Saya salut sama mereka.
Awal-awal disini, saya lebih suka menghindari tatapan orang dengan menunduk atau melihat ke arah lain saat ada orang yang memperhatikan. Terkadang ada yang melihat sambil tersenyum lebar. Terkadang ada yang melihat sambil berbicara sesuatu sama teman disebelahnya. Terkadang ada yang curi-curi pandang. Ya, agak-agak risih sih… Ingin rasanya mengetahui apa yang mereka pikirkan, penasaran juga. Mungkin karena ngga banyak orang asing di Polandia, makanya mereka begitu.
Untuk sholat juga saya masih agak-agak kagok. Ada satu hari dimana jadwal kuliah sangat padat sehingga saya benar-benar harus sholat di kampus. Pernah suatu ketika saya mencari tempat sholat dari lantai satu sampai lantai empat. Perpustakaan penuh, di lorong-lorong banyak mahasiswa berkumpul, di taman apalagi, kelas-kelas semuanya tertutup sehingga saya tidak tahu pasti apakah kelas itu digunakan atau tidak. Waktu sholat sangat terbatas, karena saat Winter dzuhur-isya waktunya berdekatan. Jujur, saya belum punya mental yang kuat untuk sholat di depan umum dan diliatin. Akhirnya karena tidak kunjung mendapatkan tempat sholat, saya pulang ke asrama, sholat disana meski harus terlambat masuk kelas berikutnya.
Kesempatan bertemu dengan sister asli dari Polandia yang berhijab bagi saya adalah kesempatan emas. Saya bisa tahu apa yang dihadapi mereka dengan pakaian dan kebiasaan yang berbeda dari orang kebanyakan. Saya selalu suka hari Jum’at. Karena saat Jumat saya bertemu dengan mereka, sholat berjamaah, berdiskusi, belajar bahasa Arab. Ah, benar-benar hari yang indah.
“Dalam beberapa poin sepertinya kamu beruntung karena tidak mengerti apa yang mereka bicarakan saat bertemu dengan mereka. Kamu ngga ngerti bahasa Polandia kan? Namun kami semua mendengar dan mengerti.” ujar seorang sister
“Apa yang mereka bicarakan terkadang terasa menyakitkan. Namun kami mengerti, mereka hanya belum mengenal Islam.”
Bagi saya yang pendatang, mungkin kebanyakan masyarakat disini tidak masalah jika melihat saya berbeda. Namun akan lain kondisinya bagi penduduk asli yang memeluk agama Islam. Mereka merasa asing di lingkungannya sendiri. Subhanallah, saya salut pada keteguhan mereka.
Ada salah seorang sister yang dia satu universitas dengan saya. Saat itu saya sangat excited untuk sharing pengalaman selama kuliah. Dia mahasiswa master juga, pake kerudung. Kalau bule pake kerudung tuh cantiknya masya Allah. Meski kalau versi mereka saya yang cantik (#uhuk).
“Sister, pake kerudung kalau ke kampus?”
“Iya, dulu saya sendirian yang pake kerudung. Alhamdulillah sekarang saya sering ketemu beberapa yang berhijab. Saya senang sekali” ujarnya
“Terus, kalau sholat gimana?”
“Sholat ya sholat aja, di taman gelar sajadah terus sholat deh. Tau kan taman deket C 13?”
Saya bengong, itu taman luas, tempat kumpul mahasiswa.
“Aslinya? Terus orang-orang pada ngeliatin?”
“Iya hihihi, tapi ya cuek aja, kita mau ibadah kok. Banyak yang berhenti terus ngeliatin, bahkan ngambil foto. Kapan-kapan kita sholat berjamaah di taman yuk, nanti kamu calling aja.”
Saya makin bengong. Kayaknya bakal seru kalau ada dua orang muslimah, beda kebangsaan, sholat bareng di taman.
Tapi saya jadi malu sama diri sendiri. Kenapa orang lain bisa berani mengambil sikap, sedangkan saya selalu merasa takut ini takut itu. Ya kadang ketakutan itu hanya di awal saja. Setelah dijalani, biasanya sebagian besar yang ditakutkan itu tidak terjadi.
Saya jadi inget pertama kali pake seragam yang disambung, pertama kali pake baju olahraga rok dan disambung pula, pertama kali ngajakin temen-temen ngaji. Ya, yang sulit itu meneguhkan niat dan bergerak di awal, seterusnya enjoy aja kok. Itu mungkin ya kenapa koefisien gesekan statis lebih besar daripada koefisien gesekan dinamis (ngga nyambuuuuung…).
Bisa jadi saya adalah muslimah pertama yang ditemui oleh orang sini. Bisa jadi mereka ingin melihat seperti apabehavior dari seorang muslim. Apakah sama dengan informasi yang datang kepada mereka lewat media atau sebaliknya? Jadi disini saya lebih hati-hati dalam bertindak, bertutur. Sekecil apapun, seperti menahan diri untuk tidak menyebrang saat lampu merah saat tidak ada mobil yang lewat sekalipun, atau ketika kebanyakan orang menerobos lampu merah.
Konsekuesi dari keimanan itu adalah taat. Taat itu setiap saat dan tak kenal tempat. Dimanapun kita diwajibkan untuk berikhtiyar agar tetap taat. Allah senantiasa memudahkan urusan hamba-Nya untuk taat. Mengingat hal itu hati saya tenang. Banyak orang yang berani tampil beda dengan cara yang aneh-aneh. Kita berbeda bukan untuk mencari perhatian, namun semata-mata untuk memenuhi seruan-Nya. Jadi ngga seharusnya kita merasa malu dan takut. Bismillah… Semangat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar