Benar memang apa kata nabi, berkumpul dengan orang shaleh membawa kedamaian di hati, membasuh kekeringan jiwa dan menambah ghirah serta semangat untuk terus menjadi manusia yang taat. Saat ini saya sedang keluar dari wilayah nyaman. Nyaman saat dikelilingi oleh orang terkasih, yang mengingatkan dengan tulus jika saya salah. Lingkungan yang kondusif dan pergaulan yang terjaga. Jika dipikir-pikir, dari mulai lingkungan rumah, kampus tempat belajar, ataupun sekolah tempat mengajar, semuanya kondusif. Menyenangkan sekali, bisa terus terjaga dan saling menjaga dalam kebaikan.
Ya, tapi yang namanya manusia harus bisa hidup di segala kondisi. Taat tidak hanya jika dilihat. Dalam kondisi orang di sekitar banyak yang bermaksiyat, kita harus tetap taat. Kayak sekarang, dimana-mana terlihat semua hal yang dianggap tabu untuk dilihat (di negara kita). Saya yang serba tertutup begini malah jadi artis dan dilirik (meski diam-diam) saat berjalan di tempat umum. Kadang penasaran apa yang mereka pikirkan, tapi ya positif thinking aja (biasa lah orang cantik . Sholat ngga ada mushola dan waktu belajarnya mepet-mepet. Ngga ada adzan pula, jadi harus siap siaga jadwal sholat setiap harinya. Mau makan harus tenang dan baca baik-baik jangan sampai kemakan hal yang haram. Mau keluar kamar aja harus ngintip-ngintip takut ada laki-laki yang masuk. Tapi ya, itu semua cara Allah untuk mengajari kita sifat wara’, berhati-hati dalam melakukan sesuatu. Intinya, woles aja hehehe…
Allah selalu memberikan dua kemudahan dalam satu kesulitan. Alhamdulillahirabbil’alamiin…
Kemudahan pertama, saya bisa bertemu dengan komunitas halqah online. Meski on line via skype, namun terasa nyes… sampai ke hati. Saya ingat, ketika ada seorang kawan yang bertanya; “Fit, kamu masih ngaji di As-Saied?”. Saya menjawab, “Insya Allah, karena hidup saya stabil hanya dengan mempelajari ilmu Islam dan bergabung di Jamaah dakwah.” Ya, tidak ikut halqah seminggu saja rasanya ada yang hilang. Saya sujud syukur waktu bisa ketemu komunitas ini. Halqah, kajian eksternal dan internal semuanya tetap berjalan seperti biasa. Bedanya hanya tidak bertatap wajah saja. Wawasan semakin luas dan saya merasa dikuatkan kembali bersama mereka.
Kemudahan kedua, adalah masjid. Kakak tingkat saya yang memberikan informasi berharga ini. Jangan tanya bagaimana rasanya saat melihat masjid di kota ini untuk pertama kalinya. Saya sempat diam di depan masjid untuk beberapa saat, menikmati kebahagiaan menemukan rumah-Nya.
Iedul adha kali ini juga beda. Takbir tidak menggema dimana-mana, bahkan di malam takbiran ada party di lantai atas. Musiknya keras dan berhasil bikin suasana berasa di klub malam :P. Karena tidak konsen belajar (ehem belajar…), akhirnya saya tidur lebih awal karena besok jam enam saya harus berangkat ke masjid.
Shubuh disini jam 5.30, setelah sholat shubuh kami (saya dan roommate) mengejar tram no.1 yang ternyata sudah datang. Alhamdulillah bapaknya baik, kami ditungguin sampai masuk. Perjalanan menuju masjid makan waktu sekitar 30 menit. Di luar masih gelap dan sebetulnya kami janjian dengan teman dari Pakistan. Namun sepertinya hanya kami yang masuk tram :D
Sampai di masjid, baru ada kami berdua. Perempuannya maksudnya. Ada bapak-bapak dateng ke ruangan akhwat, mengasapi ruangan dengan aroma yang khas masjid.
“Are you from Indonesia?” tanyanya kepadaku. Saya mengangguk. Wow, hebat juga Bapak ini bisa nebak saya dari Indonesia, kenapa ngga dikira dari Palestina aja (akhwat disana kan cantik-cantik, hohoho).
“Subhanallah... Do you understand Arabic? Or Polish?”
Jleb, tengsin nih. Makanan setiap minggu kitab berbahasa Arab, tapi ngga ngerti banget bahasa Arab. Tapi ya jujur adalah segalanya, akhirnya saya menggeleng, “I don’t understand both. Just English”
Bapak itu senyum, it’s okay. Baru diketahui ternyata khutbahnya pake bahasa Arab dan Polish fren!
Gema takbir bersahutan di dalam masjid. Satu per satu para muslimah hadir juga. Dengan warna kulit, warna mata dan cara berpakaian yang berbeda. Subhanallah, senangnya bertemu dengan banyak muslimah dari berbagai negara. Ada yang dari Perancis, Pakistan, Belanda, Bangladesh, bahkan banyak juga native Polish yang convert agamanya ke Islam.
Selesai sholat, dilanjutkan dengan khutbah yang membuat kening berkerut. Ada beberapa kalimat yang dimengerti. (lalala yeyeye, ngga bleng-bleng amat). Tentang kondisi umat Islam di Mesir, Suriah, dan beberapa negara Islam lainnya.
Selesai sholat Ied kami diantar ke atas untuk sarapan. Naik ke atas meja-meja sudah berjejer, sudah penuh dengan makanan yang cukup membuat perut yang belum diisi keroncongan. Saya duduk dengan sister dari Turki, tiga native Poland dan seorang perempuan cantik dari Perancis, dia lahir di Afganishtan.
Dari sinilah pembicaraan kami dimulai... Supaya tidak capek bacanya, saya cerita di catatan lain yaa…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar