Selasa, 10 Desember 2013

HARKOS

Salah satu yang beda dari masyarakat eropa dengan lingkungan di asia adalah kejujuran mengungkapkan perasaan. Terkadang bagi saya yang baru disini, kejujurannya terasa frontal. Kalau di kelas, mereka ngga ngerti dengan penjelasan seorang guru, dia bakal bilang apa adanya. Kalau misalnya ditanya tentang sebuah pendapat atau pemikiran, mereka seperti yang bebas mengungkapkan apa yang ada di kepala mereka. Jadi inget waktu belajar ada yang nanya sama gurunya ketika sang guru sedang merekomendasikan sebuah buku, buku ini beneran berguna ngga sih? Hihihi.. berani bener dia.
Kalau kita sih, sebelum berucap mungkin banyak yang bertanya balik sama diri sendiri, lawan bicara kita akan tersinggung atau tidak, pertanyaan kita akan ditertawakan atau tidak. Kita banyak menimbang-nimbang dan pada akhirnya entahlah tapi ini yang saya perhatikan, murid-murid dari asia itu pendiam kalau di kelas. Ya memang ngga semuanya kayak gitu, itu mah kasuistik mungkin ya.
Kalau saya pribadi, waktu di Indonesia sering ngerasa ngga enakan. Gimana ya menjelaskannya, tapi ketika kita diajak atau ditawari seseorang yang kitanya ngga mau, kita sering berlindung di balik kata Insya Allah, yang artinya; ngga yakin! Ini berlawanan dengan hal yang seharusnya, Insya Allah tetap merupakan janji yang harus ditepati kecuali ada hal yang diluar kuasa kita terjadi. Perasaan ngga enakan ini yang sebetulnya harus dihindari. Bagus sih sebenernya mempertimbangkan perasaan orang lain, tapi ya jujurlah pada prinsip yang dipegang. Akhirnya malah kita jadi tukang ngasih harkos (harapan kosong).
Kasus 1:
Kamu ditawari makanan sama teman, kebanyakan kita menolak dengan alasan kesopanan (padahal kita juga ngiler tuh ngeliat makanannya). Kalau mau ya bilang aja mau. Nah, masalahnya juga nih banyak juga yang menawari hanya karena sopan santun. Hihihi… pada akhirnya kesimpulannya; ngga sopan kalau kamu makan ngga nawarin ke orang lain dan lebih sopan untuk menolak ketika ditawari makanan. Eh gitu ngga sih? Hihihi…
Kasus 2:
Kamu diajak temen untuk hangout atau ke pengajian. Tapi sebenernya kamu males, tapi ngga mau bikin temennya patah hati. Akhirnya? Insya Allah lagi, pada hari H 80% dia ngga akan dateng karena berbagai alasan.
Kalau kita ngga berani jujur mengungkapkan perasaan, ini akan menjadi bibit-bibit ngomongin di belakang. Terlebih kita jadi tukang penebar harapan kosong (harkos).
Oh iya, ada satu fakta baru, tapi ya ngga tau juga bener atau engga, kenapa ya kayaknya kita lebih jujur kalau menggunakan media-media tidak langsung. Misalnya lewat sms, line, we chat, whatsup, facebook, twitter, dll? Lihat saja bagaimana komentar-komentar terhadap suatu kasus, baik yang membully ataupun yang mendukung. Itu kali ya kenapa orang lebih suka bilang Insya Allah pas ketemu langsung, tapi membatalkan lewat sms. :P
Terus kita harus gimana?
Ya jujurlah pada prinsip yang dipegang. Saya secara pribadi masih sering juga merasa ngga enakkan dan akhirnya ngga jujur pada diri sendiri. Sekarang saya berada di sebuah negara yang jauh, dimana perbedaan menjadi hal yang sangat dominan. Jika tidak jujur pada prinsip sendiri, maka yang terjadi adalah saya banyak melanggar prinsip. Disini ngga sopan kalau misalnya kita ngga ikut minum alcohol pas lagi pesta pernikahan, maka kita ikut-ikutan minum karena tak kuasa menolak. Ngga apa-apa deh ngga sholat karena ngga enak minta izin keluar kelas sebentar pada saat jam kuliah. Disini semua merayakan natal, jadi ngga enak kalau kita ngga ikut-ikutan merayakan. Tuh kan, jadinya banyak mentolerir disi sendiri dan mencari-cari alasan untuk melanggar prinsip.
Dari sekarang saya belajar teguh pada prinsip yang diemban. Masalah dia akan tersinggung atau tidak itu kan masalah komunikasi. Kita yang tau situasi dan kondisi saat sesuatu itu terjadi. Maksudnya ya, pinter-pinternya kita lah mengungkapkan sesuatu tapi jangan sampai membohongi diri sendiri.
Well, akhirnya gini deh ya, kalau memang kita melakukan sesuatu niatnya karena ibadah, kita ngga akan terlalu dipusingkan dengan apa kata orang di luar. Ridho yang paling sulit diraih itu ya ridho semua manusia. Kan enak kalau misalnya tujuannya lurus ke atas ;) Kita diajari untuk diam ketika harus diam dan berbicara ketika harus berbicara. Apa itu konteksnya? Silahkan lihat apa kata nabi..

Jangan sampai kita menyembunyikan kebenaran hanya karena kita takut. Be free! Cuek aja lagi ;)
*lagi lagi tulisan ini ditujukan untuk menampar diri sendiri.

NB: Ini adalah nasehat yang sama yang diberikan oleh kakak-kakak yang tinggal jauh dari negeri asal. Terima kasih ya, saya sekarang bisa lebih berani untuk jujur pada diri sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar