Sabtu, 21 Desember 2013

Ternyata, aku masih ingin menjadi Penulis...

Ada perasaan yang sulit diungkapkan saat membaca tulisan ini. Ini adalah tulisan yang ditulis oleh saya hampir enam tahun yang lalu. Saat saya masih baru setahun jadi mahasiswa. Jika diingat-ingat, saya memang dulu jatuh bangun dalam menulis. Saya pernah satu semester penuh bayar SPP dari honor menulis di kolom Inspirasi Belia harian Pikiran Rakyat. Saya juga pernah frustasi karena puluhan artikel dan tulisan tak kunjung dimuat. Waktu itu saya ingin mengasah kemampuan menulis yang masih payah dengan ikut pelatihan sekolah menulis gratis yang diadakan oleh penulis ternama. Syaratnya adalah saya harus mengirimkan tulisan berisi motivasi mengapa saya ingin menjadi penulis. Dan inilah tulisan saya saat itu, 8 Mei 2008. 

Sekarang, saya ingin bergabung di Grup Belajar Nulis. Syaratnya sama, saya harus menulis mengapa saya ingin menjadi penulis. Sepertinya Fitria Muda lebih bisa menjelaskannya, karena motivasinya tak berubah sejak dulu. 

Selamat Membaca.

8 Mei 2008
Aku berasal dari sebuah keluarga dengan agama Islam yang taat. Ketika aku menginjak bangku pertamaku di SMP aku dikenalkan dengan ide-ide luhur dari ajaran Islam  yang dapat menyelesaikan seluruh persoalan umat saat ini. Sejak saat itu aku berupaya untuk menyampaikan pengetahuan yang kuperoleh kepada orang-orang terdekat. Salah satu cara yang kurasa paling efektif untuk menyampaikan ide Islam adalah lewat tulisan. Sebuah tulisan dapat dibaca oleh banyak orang dan dapat dibaca berulang-ulang, sehingga apa yang kusampaikan akan lebih mengena.

Aku mulai serius menulis di kelas 3 SMP. Waktu itu aku masih menulis dengan mesin ketik yang berisik. Sebuah tulisan yang pendek saja harus kuselesaikan berhari-hari karena kemampuan mengetikku yang masih payah. Tulisan itu aku kirimkan ke mading sekolahku. Ada satu impianku yang sangat ingin kuwujudkan, aku ingin tulisanku dapat dimuat di media massa. Berulang kali aku kirimkan tulisanku ke sebuah majalah remaja Islam, dan pada akhirnya aku harus bersabar jika tulisanku berakhir di tempat sampah redaksi atau di tukang loak. Redaksi mana yang akan menerima tiga lembar tulisan yang ditulis dengan mesin ketik dengan tipe-X dimana-mana. Sedikit frustasi bagiku wajar, karena aku memang dalam tahap belajar.

Saat aku lulus dari SMP, ada sebuah kenyataan pahit yang harus kuterima. Ayahku diberhentikan dari perusahaan tempatnya bekerja. Saat itu aku benar-benar khawatir, namun ayahku ternyata tidak putus asa. Dan aku memujinya atas sebuah pilihan bijak, dia menggunakan sebagian gaji terakhirnya untuk membeli sebuah komputer. Benda yang nantinya akan menciptakan perubahan dalam hidupku. Aku semakin sering menulis dengan hadirnya komputer di rumahku. Banyak sekali yang kutulis dari mulai cerpen, artikel pendek, dan aku berencana membuat sebuah novel. Saat itu aku sudah berhasil menulis empat puluh halaman. Sayangnya, saat aku kelas 1 SMA semua tulisanku hilang karena virus ganas dari flash disk kakakku. Sejak saat itu aku mulai vakum di dunia tulis menulis.

Empat tahun kemudian mimpiku terwujud. Setelah vakum menulis selama dua tahun lebih, aku mencoba menulis kembali. Tulisanku yang pertama dimuat di harian Republika. Walaupun hanya surat pembaca dan letaknya juga di pojok kiri, tidak bergitu terlihat, namun aku senang bukan main. Apalagi guru bahasa Indonesiaku menjanjikan tambahan nilai satu akumulatif bagi siapa saja yang karyanya dimuat di media massa. Tulisanku ini sempat membuat heboh kelas karena temanya yang memang sedang hangat dibahas. “Kampanye penggunaan kondom; efektifkah?”, begitulah judulnya. Karena tulisan ini banyak teman-temanku yang mengajak diskusi tentang bahaya kampanye ini terhadap pergaulan remaja. Beberapa bulan kemudian tulisanku yang kedua dimuat kembali di harian Pikiran Rakyat rubrik belia di kolom inspirasi. Bedanya, di kolom ini ada honor yang bisa diambil. Subhanallah, saat itu aku bisa membayar uang sekolahku selama satu semester. Sejak saat itu aku mulai sering menulis, namun sepertinya aku harus banyak belajar karena tulisanku belum ada yang dimuat lagi. Belasan artikel sudah dikirimkan, namun belum ada satu tulisanpun yang dimuat di media massa.

Sekarang aku kuliah tingkat dua di UPI. Untuk meringankan beban orang tua, aku mengajar di sebuah lembaga privat di sela-sela waktu kuliahku. Walau begitu, aku tidak meninggalkan aktivitas menulisku. Aku masih sering mengirimkan tulisanku ke media massa, dan belum ada satu pun yang dimuat lagi. Tapi itu bukan masalah, karena aku yakin suatu saat redaksi akan melihat perkembangan tulisanku dari minggu ke minggu.
Aku benar-benar ingin menjadi seorang penulis. Mengikuti kursus sepertinya mustahil mengingat kuliah pun aku dan kedua orang tuaku agak kesulitan membayar. Bahkan aku sangat takut suatu saat aku harus berhenti kuliah. Saat melihat berita tentang beasiswa menulis, aku merasa sangat tertolong. Ini seperti jalan yang ditunjukkan Allah kepadaku.

Kau tahu mengapa aku benar-benar ingin menjadi seorang penulis? Motivasiku bukan materi karena menulis bukanlah aktivitas yang menjanjikan kecukupan materi. Dan jika aku menemukan jalan lain untuk mencari materi, pasti sudah sejak lama aku tinggalkan aktivitas ini. Motivasiku hanya satu. Aku ingin membangkitkan umat lewat tulisan. Aku sangat mengerti ledakan apa yang bisa dihasilkan dari sebuah tulisan. Karena sikap seseorang itu berubah sejalan dengan perubahan pemikirannya. Dan perubahan pemikiran dapat terjadi lewat sebuah tulisan.

Aku masih ingat saat O.Sholihin, penulis buku remaja best seller itu datang ke masjid depan rumahku. Saat itu kami (remaja masjid) mengundangnya untuk menjadi pembicara, dan saat berfoto aku sempat berbicara padanya. “Pak, tunggulah lima tahun lagi akan muncul seorang penulis buku yang nggak kalah dari Bapak. Itulah saya…” Pak Sholihin tersenyum dan berkata, “Lama amat, kirain dua bulan jadi. Hehehe…” Aku kembali menimpali, “Kalau gitu dua tahun aja ya Pak” (Kok kayak yang lagi tawar menawarJ). Dia mengangguk dan berjanji akan membubuhkan komentarnya jika bukuku memang selesai.
Aku yakin, aku bukannya tidak bisa menulis sehingga sampai saat ini memang baru sedikit tulisanku yang dimuat. Hanya saja aku tidak tahu teknik yang benar, dan jika dilatih aku yakin bisa. Belajar otodidak memang mungkin, tapi aku sangat butuh bimbingan. Aku tidak bisa menjanjikan apapun selain aku akan berusaha sebaik mungkin mengikuti kursus ini jika aku menjadi penerima beasiswa menulis ini.
Sahabat, jika beasiswa ini memang untukku, berarti tak lama lagi akan muncul seorang penulis yang akan melahirkan buku-buku yang membangkitkan umat. Karena itulah yang menjadi motivasiku selama ini. Oh ya, selain itu kini aku diamanahkan menjadi pembimbing akhwat di rohis SMA tempat sekolahku dulu. Mereka semua juga ingin menjadi penulis. Kau tahu kan maksudku? Aku bisa berbagi ilmu yang kuterima darimu sehingga kelak yang menjadi penulis bukan hanya satu. Semoga Allah memberikan yang terbaik untuk kita semua. Wassalam…

NB: Saya ngga dapet beasiswa nulisnya :P Tapi ternyata saya masih ingin menjadi penulis...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar